— yang terkenang sepanjang menggelinjang
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ فَٱعْفُ عَنْهُمْ وَٱسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى ٱلْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ ۞ [القرآن الكريم سورة آل عمران : ١٥٩]
Semua orang
tentu memiliki panutan. Mulai orangtuanya, keluarga, tetangga, sahabat, guru,
teman, hingga lainnya. Tak jarang juga panutan tersebut adalah sosok-sosok yang
banyak dikenal sebagai public figure.
Panutan,
baik seorangan atau sekerumunan, memberi inspirasi mengenai langkah yang
dilakoni dalam menjalani bicycle race.
Panutan memiliki peran psikis, yang dapat memengaruhi pandangan (cara, sudut,
dan jarak) terhadap sesuatu bahkan bisa memengaruhi seseorang sepenuhnya.
Panutan
boleh siapa saja. Sah-sah saja preman yang nama sapaan karibnya tak elok
menjadi nama sebuah gang menjadi panutan. Walakin nama dari sosok itulah yang
selalu dilantan dengan penuh kasih sayang di hati mereka yang menggandrungi, mereka
yang menjadikannya sebagai panutan. Itulah nama yang mudah diingat karena
inspirasinya, bukan karena muka garangnya.
Ada banyak
sosok yang menjadi panutan saya. Entah sosok tersebut dipandang sebagai sosok
besar karena banyak orang juga mengaguminya atau dipandang sebagai sosok kecil
karena sedikit orang yang mengenalnya.
Siapapun
dia, sepanjang dia menampilkan kesungguhan dalam melakoni life, live, love nya, pasti ada orang yang menjadikannya sebagai
panutan, meski diam-diam. Salah satu sosok yang menjadi panutan tersebut adalah
Sarah.
Perkenalan
yang dimulai dengan magang di Kopma-BS UPI berjalan membahagiakan. Hari ini
saya baru tahu kalau itu benar, namun jika kembali ke September 2012 saat Sarah
kali pertama memberitahu saya bahwa saya lulus seleksi magang, pikiran itu tak
terlintas di benak saya.
Saya
baru saja keluar dari kelas dan ingin segera pulang ke kosan. Tapi oleh Sarah,
saya diminta datang sore itu juga ke Kopma-BS UPI. “Ini Adib? Bisa datang ke Kopma sore ini?” ujar Sarah pada saya
melalui SMS.
Lalu saya menjawabnya melalui telepon. Hampir saja saya langsung
pulang ke kosan sore itu andai tak dirayu oleh Sarah. “Bener gak mau ke sini?
Sayang dong gak bisa ketemu sekarang.” ungkapnya saat itu.
وعين
الرضا عن كل عيب كليلة ولكن عين السخط تبدي المساويا
|
Saat itu sendiri saya masih mencoba masuk ke berbagai
perkumpulan tetapi belum berpikir jauh soal mau aktif di mana. Jika ada
kesempatan untuk aktif sejenak di Kopma-BS UPI sebagai pemagang, sudah
semestinya saya menjalaninya.
Saya, Sarah, dan Ipeh (Siti Lathifah), menjadi satu tim dalam
satu bidang, yakni di foto copy dan konter. Pertemuan sore itu, selain
menjadi ajang perkenalan kami, juga sekalian menjadi ajang pembagian jadwal.
Ada 3 shift jadwal
saat itu: pagi (05:30-08:00), siang (11:30-13:00), dan sore (15:30-18:00) untuk
Senin sampai Jumat serta pukul 06:00-15:00 untuk Sabtu. Tapi saya sudah pasti
tak dapat masuk shift sore, hampir
semua jadwal kuliah saya sore hari.
Bagus juga Sarah dan Ipeh bisa mengisi shift sore. Biar pembagian merata, hampir semua shift pagi diisi oleh saya dan shift sore oleh Sarah atau Ipeh. Sayang
beberapa hari kemudian Ipeh mengundurkan diri dan diganti oleh orang lain yang
merupakan kakak tingkat kami.
Tinggallah saya dan Sarah yang memiliki ikatan cukup kuat.
Mungkin karena sungkan pada kakak tingkat, setiap ada apa-apa, Sarah selalu
meminta bantuan pada saya. Saya juga sebaliknya.
Pertemuan pertama saya dengan dia bertentangan dengan perkiraan
saya bahwa kepribadiannya pendiam. Saat saya melihatnya, dia tampak kalem. Tapi
setelah bicara dengannya, sulit dihentikan.
Saya mendapati Sarah orang yang komunikatif dan juga cepat
sekali memahami kepribadian saya yang suka dengan suasana ramai. Selalu saja,
setiap ada Sarah, suasana bisa mencair.
Puan Cianjur ini selalu bisa mencairkan suasana ketika saya
kikuk. Aura keceriaan yang dimilikinya membuat saya merasa nyaman bersamanya.
Senyumnya selalu membangkitkan antusias.
Saya tak bisa menyebut Sarah orang yang sempurna, tapi dia
selalu bisa meredam ego saya. Tak pernah sekalipun Sarah membuat saya merasa
kesal apalagi sampai naik pitam. Malah saya dibuatnya menjadi anak manis yang
penurut.
She drive me crazy, she give me rhapsody. |
Sejak
perkenalan kami, saya jarang bicara dengan Sarah. Maksudnya, tak pernah bicara hal-hal
penting yang berkaitan dengan keseharian saya
padanya. Tapi ikatan kami tetap bertahan.
Kami
bertahan bersama-sama dan saling mengapresiasi dan menghormati setiap keseharian
yang kami jalani. Setiap saya menyapanya, entah melalui ponsel atau media
sosial, dia selalu menanggapi. Tampak tak melupakan saya beserta kebiasaan saya.
Dia masih bisa merawat dengan baik ingatannya mengenai saya.
Selepas dari Kopma, kami kemudian menjalani keseharian masing-masing.
Setelah Ipeh mengundurkan diri, saya dan Sarah usai magang juga tak lagi
melanjutkan petualangan di Kopma. Saya mulai menekuni bidang jurnalistik dengan
ikut serta menjadi tim editorial Majalah
Santri, sedangkan dia aktif di Unit Kegiatan Dakwah Mahasiswa (UKDM).
Sarah juga menjadi orang yang mengenalkan saya dengan Septi. Saat
itu saya mendapat tugas dari CSS MoRA UPI untuk mencari juri buat film
dokumenter. Langsung saja saya tanya pada Sarah.
Sarah menyarankan Septi. Lalu kami berkenalan satu sama lain dan
yang membahagiakan adalah: hubungan saya dan Septi tetap baik. Apalagi kadang
kami bercanda menggunakan bahasa Jawa.
Puan kelahiran 02 Mei 1994 ini memang jarang berinteraksi dengan
saya. Tetapi saya mengenang masa-masanya bersama saya dengan rasa bangga dan
syukur. Beruntung bisa kenal baik dengan puan hebat ini. Ketika bersama Sarah nyaris selalu ada obrolan.
Entah obrolan yang dianggap serius maupun yang dipandang
picisan. Obrolan dengan Sarah ikut serta memperkaya saya ketika pandangan kami
selaras serta memberi warna lain tersendiri saat pandangannya berbeda bahkan
berlawanan.
Mengobrol
merupakan salah satu cara untuk tak mem-‘benda’-kan akal. Sang Pencipta
menganugerahkan akal pada manusia bukan hanya sebagai property belaka melainkan untuk di-‘pekerja’-kan terus menerus.
Barangkali
karena perkara itulah akal tak sekalipun muncul sebagai kata benda (isim) di dalam Alquran namun berulang
kali muncul dalam bentuk kata kerja (fi’il).
Mungkin juga karena perkara itu pulalah perintah belajar dituturkan dalam
bentuk kata kerja present dan future (fi’il mudhari’), bukan kata kerja past (fi’il madhi).
Satu perkara penting tak boleh dilupakan dari Sarah adalah:
jangan pernah bertanya pada Sarah soal berat badan. Dia tak akan segan-segan
menampar kalau ditanya soal ini. Tapi kalau Sarah mau menampar saya, langsung
saya sodorkan pipi saya. Pasti tidak sakit ditampar Sarah, sekuat tenaganya
sekalipun.
Tak jarang dalam beberapa hal saya merasa ada kesamaan
antara saya dengannya. Rasa sama itulah yang memantik keharmonisan antara kami
berdua. Tak dimungkiri, dalam beberapa hal lainnya memang ada ragam macam
ketidaksamaan. Jika ada satu titik yang mengharmoniskan untuk apa
mempermasalahkan titik-titik lain yang menceraikan?
Mata yang cinta akan tumpul dari segala cela walakin mata yang penuh amarah hanya memandang segala yang nista. |
Sarah termasuk orang yang menginspirasi saya untuk
yakin diri tanpa merendahkan liyan. Dia terlatih untuk tak melayang
dengan pujian dari para pengagumnya dan tak langsir ungkapan nyinyir
dari kalangan pandir yang sirik tiada akhir. Lebih dari itu, dia menginspirasi
saya untuk yakin diri sekaligus berserah sepenuhnya pada Ilahi-Rabbi.
Sarah hanyalah manusia biasa. Dia merupakan insan, sosok berperasaan. Dia juga basyar, dengan penampilan menawan. Dia
pun naas, yang mau membaur dalam
lingkungan. Sepanjang menjalani keseharian, dia terus berbuat untuk menghibur
yang papa dan mengingatkan yang mapan. Apa yang istimewa darinya?
Walau tak istimewa, Sarah merupakan sosok panutan yang
patut dianut. Semangat perjuangannya layak diperjuangkan. Perjalanannya
merupakan satu sisi megah tersendiri yang layak dikagumi.
Perjalanan Sarah tak melulu disertai sikap sok beda dengan melawan arus. Kadang dia woles saja mengikuti arus. Sarah
hanyalah mengikuti nuraninya, yang ada kalanya tampak mengikuti arus, bisa juga
melawan arus, atau membuka arus baru. Dia cuma mengikuti nurani tanpa ada
pencapaian yang dicari.
Sarah mentas tanpa mencari pencapaian namun tak lelah
berjuang. Di-reken sukses atau tidak
dalam pencapaian bukan urusannya, yang merupakan kesukesannya hanyalah tak
lelah mengayuh secara terus-menerus.
Mengayuh... mengayuh... mengayuh perjalanan... saling
mengapresiasi kesamaan dan menghormati ketidaksamaan... “You say God give me a choice...” seperti lantun Queen dalam Bicycle Race.
Sarah tak lelah berjuang meningkatkan kualitas dirinya
sekaligus mewujudkan keharmonisan lingkungan bersama. Lingkungan yang membuat
orang-orang merasa aman dan nyaman saat saling menyapa karena memiliki rasa
sama sebagai manusia.
Satu perjuangan besar yang patut diapresiasi,
lantaran saling menyapa adalah satu cara jitu untuk merawat titik temu antar
sesama. Sebagaimana diungkapkan nama besar sebelum Sarah, Master Mister Immortal Commander
Muhammad shallallahu'alaihiwasallam sang kirana azalia, bahwa menyapa adalah senjata manusia beriman [الدعاء سلاح المؤمن].
Saat waktu merentang, interaksi kami jadi berkurang.
Walau begitu, rekaman kebersamaan dengannya selalu memberi rasa senang. Satu
perjumpaan fenomenal, meski relasi di dalamnya mungkin tidak kekal.
Kepada Ilahi-Rabbi, Sarah selalu
berserah. Kepada kata-kata yang dialamatkan padanya, Sarah selalu terserah.
B.Jm.Po.030250.38.041116.15:50