👑 Sarah ✨


— yang terkenang sepanjang menggelinjang
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ فَٱعْفُ عَنْهُمْ وَٱسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى ٱلْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ ۞ [القرآن الكريم سورة آل عمران : ١٥٩]

👑 Sarah yang terkenang sepanjang menggelinjang
Semua orang tentu memiliki panutan. Mulai orangtuanya, keluarga, tetangga, sahabat, guru, teman, hingga lainnya. Tak jarang juga panutan tersebut adalah sosok-sosok yang banyak dikenal sebagai public figure.

Panutan, baik seorangan atau sekerumunan, memberi inspirasi mengenai langkah yang dilakoni dalam menjalani bicycle race. Panutan memiliki peran psikis, yang dapat memengaruhi pandangan (cara, sudut, dan jarak) terhadap sesuatu bahkan bisa memengaruhi seseorang sepenuhnya.

Panutan boleh siapa saja. Sah-sah saja preman yang nama sapaan karibnya tak elok menjadi nama sebuah gang menjadi panutan. Walakin nama dari sosok itulah yang selalu dilantan dengan penuh kasih sayang di hati mereka yang menggandrungi, mereka yang menjadikannya sebagai panutan. Itulah nama yang mudah diingat karena inspirasinya, bukan karena muka garangnya.

Ada banyak sosok yang menjadi panutan saya. Entah sosok tersebut dipandang sebagai sosok besar karena banyak orang juga mengaguminya atau dipandang sebagai sosok kecil karena sedikit orang yang mengenalnya.

Siapapun dia, sepanjang dia menampilkan kesungguhan dalam melakoni life, live, love nya, pasti ada orang yang menjadikannya sebagai panutan, meski diam-diam. Salah satu sosok yang menjadi panutan tersebut adalah Sarah.

Perkenalan yang dimulai dengan magang di Kopma-BS UPI berjalan membahagiakan. Hari ini saya baru tahu kalau itu benar, namun jika kembali ke September 2012 saat Sarah kali pertama memberitahu saya bahwa saya lulus seleksi magang, pikiran itu tak terlintas di benak saya.

Saya baru saja keluar dari kelas dan ingin segera pulang ke kosan. Tapi oleh Sarah, saya diminta datang sore itu juga ke Kopma-BS UPI. “Ini Adib? Bisa datang ke Kopma sore ini?” ujar Sarah pada saya melalui SMS.

Lalu saya menjawabnya melalui telepon. Hampir saja saya langsung pulang ke kosan sore itu andai tak dirayu oleh Sarah. “Bener gak mau ke sini? Sayang dong gak bisa ketemu sekarang.” ungkapnya saat itu.


وعين الرضا عن كل عيب كليلة ولكن عين السخط تبدي المساويا
Saat itu sendiri saya masih mencoba masuk ke berbagai perkumpulan tetapi belum berpikir jauh soal mau aktif di mana. Jika ada kesempatan untuk aktif sejenak di Kopma-BS UPI sebagai pemagang, sudah semestinya saya menjalaninya.

Saya, Sarah, dan Ipeh (Siti Lathifah), menjadi satu tim dalam satu bidang, yakni di foto copy dan konter. Pertemuan sore itu, selain menjadi ajang perkenalan kami, juga sekalian menjadi ajang pembagian jadwal.

Ada 3 shift jadwal saat itu: pagi (05:30-08:00), siang (11:30-13:00), dan sore (15:30-18:00) untuk Senin sampai Jumat serta pukul 06:00-15:00 untuk Sabtu. Tapi saya sudah pasti tak dapat masuk shift sore, hampir semua jadwal kuliah saya sore hari.

Bagus juga Sarah dan Ipeh bisa mengisi shift sore. Biar pembagian merata, hampir semua shift pagi diisi oleh saya dan shift sore oleh Sarah atau Ipeh. Sayang beberapa hari kemudian Ipeh mengundurkan diri dan diganti oleh orang lain yang merupakan kakak tingkat kami.

Tinggallah saya dan Sarah yang memiliki ikatan cukup kuat. Mungkin karena sungkan pada kakak tingkat, setiap ada apa-apa, Sarah selalu meminta bantuan pada saya. Saya juga sebaliknya.

Pertemuan pertama saya dengan dia bertentangan dengan perkiraan saya bahwa kepribadiannya pendiam. Saat saya melihatnya, dia tampak kalem. Tapi setelah bicara dengannya, sulit dihentikan.

Saya mendapati Sarah orang yang komunikatif dan juga cepat sekali memahami kepribadian saya yang suka dengan suasana ramai. Selalu saja, setiap ada Sarah, suasana bisa mencair.

Puan Cianjur ini selalu bisa mencairkan suasana ketika saya kikuk. Aura keceriaan yang dimilikinya membuat saya merasa nyaman bersamanya. Senyumnya selalu membangkitkan antusias.

Saya tak bisa menyebut Sarah orang yang sempurna, tapi dia selalu bisa meredam ego saya. Tak pernah sekalipun Sarah membuat saya merasa kesal apalagi sampai naik pitam. Malah saya dibuatnya menjadi anak manis yang penurut.

She drive me crazy, she give me rhapsody.
Sejak perkenalan kami, saya jarang bicara dengan Sarah. Maksudnya, tak pernah bicara hal-hal penting yang berkaitan dengan keseharian saya padanya. Tapi ikatan kami tetap bertahan.

Kami bertahan bersama-sama dan saling mengapresiasi dan menghormati setiap keseharian yang kami jalani. Setiap saya menyapanya, entah melalui ponsel atau media sosial, dia selalu menanggapi. Tampak tak melupakan saya beserta kebiasaan saya. Dia masih bisa merawat dengan baik ingatannya mengenai saya.

Selepas dari Kopma, kami kemudian menjalani keseharian masing-masing. Setelah Ipeh mengundurkan diri, saya dan Sarah usai magang juga tak lagi melanjutkan petualangan di Kopma. Saya mulai menekuni bidang jurnalistik dengan ikut serta menjadi tim editorial Majalah Santri, sedangkan dia aktif di Unit Kegiatan Dakwah Mahasiswa (UKDM).

Sarah juga menjadi orang yang mengenalkan saya dengan Septi. Saat itu saya mendapat tugas dari CSS MoRA UPI untuk mencari juri buat film dokumenter. Langsung saja saya tanya pada Sarah.

Sarah menyarankan Septi. Lalu kami berkenalan satu sama lain dan yang membahagiakan adalah: hubungan saya dan Septi tetap baik. Apalagi kadang kami bercanda menggunakan bahasa Jawa.

Puan kelahiran 02 Mei 1994 ini memang jarang berinteraksi dengan saya. Tetapi saya mengenang masa-masanya bersama saya dengan rasa bangga dan syukur. Beruntung bisa kenal baik dengan puan hebat ini. Ketika bersama Sarah nyaris selalu ada obrolan.

Entah obrolan yang dianggap serius maupun yang dipandang picisan. Obrolan dengan Sarah ikut serta memperkaya saya ketika pandangan kami selaras serta memberi warna lain tersendiri saat pandangannya berbeda bahkan berlawanan.

Mengobrol merupakan salah satu cara untuk tak mem-‘benda’-kan akal. Sang Pencipta menganugerahkan akal pada manusia bukan hanya sebagai property belaka melainkan untuk di-‘pekerja’-kan terus menerus.

Barangkali karena perkara itulah akal tak sekalipun muncul sebagai kata benda (isim) di dalam Alquran namun berulang kali muncul dalam bentuk kata kerja (fi’il). Mungkin juga karena perkara itu pulalah perintah belajar dituturkan dalam bentuk kata kerja present dan future (fi’il mudhari’), bukan kata kerja past (fi’il madhi).

Satu perkara penting tak boleh dilupakan dari Sarah adalah: jangan pernah bertanya pada Sarah soal berat badan. Dia tak akan segan-segan menampar kalau ditanya soal ini. Tapi kalau Sarah mau menampar saya, langsung saya sodorkan pipi saya. Pasti tidak sakit ditampar Sarah, sekuat tenaganya sekalipun.

Tak jarang dalam beberapa hal saya merasa ada kesamaan antara saya dengannya. Rasa sama itulah yang memantik keharmonisan antara kami berdua. Tak dimungkiri, dalam beberapa hal lainnya memang ada ragam macam ketidaksamaan. Jika ada satu titik yang mengharmoniskan untuk apa mempermasalahkan titik-titik lain yang menceraikan?

Mata yang cinta akan tumpul dari segala cela walakin mata yang penuh amarah hanya memandang segala yang nista.
Sarah termasuk orang yang menginspirasi saya untuk yakin diri tanpa merendahkan liyan. Dia terlatih untuk tak melayang dengan pujian dari para pengagumnya dan tak langsir ungkapan nyinyir dari kalangan pandir yang sirik tiada akhir. Lebih dari itu, dia menginspirasi saya untuk yakin diri sekaligus berserah sepenuhnya pada Ilahi-Rabbi.

Sarah hanyalah manusia biasa. Dia merupakan insan, sosok berperasaan. Dia juga basyar, dengan penampilan menawan. Dia pun naas, yang mau membaur dalam lingkungan. Sepanjang menjalani keseharian, dia terus berbuat untuk menghibur yang papa dan mengingatkan yang mapan. Apa yang istimewa darinya?

Walau tak istimewa, Sarah merupakan sosok panutan yang patut dianut. Semangat perjuangannya layak diperjuangkan. Perjalanannya merupakan satu sisi megah tersendiri yang layak dikagumi.

Perjalanan Sarah tak melulu disertai sikap sok beda dengan melawan arus. Kadang dia woles saja mengikuti arus. Sarah hanyalah mengikuti nuraninya, yang ada kalanya tampak mengikuti arus, bisa juga melawan arus, atau membuka arus baru. Dia cuma mengikuti nurani tanpa ada pencapaian yang dicari.

Sarah mentas tanpa mencari pencapaian namun tak lelah berjuang. Di-reken sukses atau tidak dalam pencapaian bukan urusannya, yang merupakan kesukesannya hanyalah tak lelah mengayuh secara terus-menerus.

Mengayuh... mengayuh... mengayuh perjalanan... saling mengapresiasi kesamaan dan menghormati ketidaksamaan... “You say God give me a choice...” seperti lantun Queen dalam Bicycle Race.

Sarah tak lelah berjuang meningkatkan kualitas dirinya sekaligus mewujudkan keharmonisan lingkungan bersama. Lingkungan yang membuat orang-orang merasa aman dan nyaman saat saling menyapa karena memiliki rasa sama sebagai manusia.

Satu perjuangan besar yang patut diapresiasi, lantaran saling menyapa adalah satu cara jitu untuk merawat titik temu antar sesama. Sebagaimana diungkapkan nama besar sebelum Sarah, Master Mister Immortal Commander Muhammad shallallahu'alaihiwasallam sang kirana azalia, bahwa menyapa adalah senjata manusia beriman [الدعاء سلاح المؤمن].

Saat waktu merentang, interaksi kami jadi berkurang. Walau begitu, rekaman kebersamaan dengannya selalu memberi rasa senang. Satu perjumpaan fenomenal, meski relasi di dalamnya mungkin tidak kekal.

Kepada Ilahi-Rabbi, Sarah selalu berserah. Kepada kata-kata yang dialamatkan padanya, Sarah selalu terserah.

B.Jm.Po.030250.38.041116.15:50
 
All praise and flattery never make her floated. All insults and contumely never make her scared.