— bayang bayang satu sisi restoe boemi
Risalah Kasidah — bayang bayang satu sisi restoe boemi |
Ahmad Dhani Prasetyo seakan ditakdirkan
lahir sebagai seniman. Dia sudah diperkenalkan dengan seni musik sejak dalam
kandungan.
Mamanya yang berdarah Jerman, Joyce
Theresia Pamela Kohler, sangat menggandrungi musik-musik berkelas, baik
Indonesia, Nusantara, maupun dunia. Begitu juga papanya yang berdarah Sunda,
Eddy Abdul Manaf.
Joyce, sang mama, kerap mendengarkan
musik-musik yang digemarinya pada Dhani saat sang buah hati masih berada di
dalam rahimnya. Hal ini terus berlanjut tanpa pernah berhenti. Setelah lahir, Joyce
juga rajin mengajak putra pertama baginya ini ke toko kaset dan membelikan
kaset kesukaan Dhani.
Dengan keadaan perekonomian keluarga
ini yang tak bisa disebut mewah, Dhani pun cukup dibelikan kaset-kaset bajakan
yang berharga murah. Dari sinilah Dhani mulai akrab dengan karya seni dalam
bentuk musik.
Risalah Kasidah — bayang bayang satu sisi restoe boemi |
Di perlintasan masa balita menuju
anak-anak, Dhani dibelikan keyboard oleh papanya. Selain itu, kedua
orangtuanya juga telaten mendorong Deni, sapaan dari tetangga waktu itu,
untuk menekuni dunia musik dengan mendaftarkan cah mbeling ini ke les musik.
Mereka berharap suatu saat Dhani
memiliki keunggulan dalam musik. Keharmonisan orangtua Dhani dalam ikatan keluarga
dan rumah tangga saat itu memberi berkah tersendiri bagi perkembangan Dhani.
Dhani ditumbuhkembangkan keadaan yang membuatnya
merasakan bukan cinta manusia biasa.
Pada usia anak-anak, Dhani mulai cinta
mati pada Queen, grup band legendaris asal Britania. Dia sangat menggandrungi lead
vocalist dan keyboardist Queen, Farrokh Bulsara (Freddie Mercury).
Kegandrungan yang merasuk jiwa
dan tak pernah sirna hingga saat ini.
Hingga saat ini, Dhani rajin memperingati haul
legenda Queen yang berpindah dimensi saat Dhani mulai berkarier di dunia musik.
Risalah Kasidah — bayang bayang satu sisi restoe boemi |
Dhani juga sangat menggandrungi
Francis Albert Sinatra (Frank Sinatra) dan Howard Andrew Williams (Andy
Williams). Dari dua musisi legendaris inilah dirinyaa bisa mengenal dan
kemudian menggandrungi pemusik lainnya.
Frank Sinatra dan Andy Williams
membawa Dhani pada pemusik lain seperti Anthony Dominick Benedetto (Tony
Bennet), William John Evans (Bill Evans), dan Sarah Lois Vaughan. Belakangan
dari titik ini pulalah Dhani mengenal pianist lainnya seperti Keith
Jarret dan Armando Anthony Corea (Chick Corea).
Kemauan pribadi dan harapan
orangtuanya diperkuat dengan lingkungan keluarganya. Saudara sepupu Dhani juga
menggandrungi musik. Dari sepupu-sepupunya Dhani berkenalan dengan musisi rock
selain Queen, seperti The Rolling Stones dan Yes.
Lingkungan pergaulan di luar keluarga
pun mendukung jalan panjang Dhani menekuni musik. Ketika masih SD, Dhani
beruntung memiliki sahabat yang menggemari Van Halen dan Led Zeppelin.
Risalah Kasidah — bayang bayang satu sisi restoe boemi |
Panah takdir utama Dhani seakan memang
di dunia musik. Setelah dari lingkungan keluarga dan persahabatan saat SD
mendapatkan pengetahuan luas dan mendalam tentang musik rock, yang menjadi genre paling digandrunginya, saat SMP hal
ini terus berlanjut.
Dhani beruntung berjumpa dan bersahabat
dengan orang-orang yang menggemari musik. Kali ini pergaulan di SMP lebih
banyak mengenalkan musik pop padanya.
Mulai dari Madonna Louise Ciccone, a-Ha, Spandau Ballet, hingga Michael Joseph
Jackson.
Gedung SMP Dhani saat itu, SMPN 06
Surabaya, terletak dekat dengan toko kaset. Di toko kaset ini, pembeli bisa njajal
kasetnya dulu sebelum membeli. Hal ini memberikan kesempatan pada Dhani untuk
mencicipi musik-musik lain yang belum dia kenal.
Selain itu juga menjadi benih-benih
kebiasaannya ketika membeli kaset, selalu mencoba seluruh isinya. Toko kaset
ini memberikan berkah tersendiri. Pasalnya dari sinilah dia mulai mengenal
Michael Franks, Dian Pramana Putra, Indra Lesmana, Chaka Khan, Kenneth Clark
Loggins (Kenny Loggins), Gino Vanneli, dan sederet musisi top lainnya.
Risalah Kasidah — bayang bayang satu sisi restoe boemi |
Ketika SMP juga Dhani mulai
berkenalan pada musik fusion seperti
Casiopea, Uzeb, dan Spyro Gyra. Bersama tiga sahabatnya, Andra Junaidi Ramadhan
(Andra), Erwin Prasetya (Erwin), dan Setyawan Juniarso Abipraja (Wawan), yang
sama-sama tertarik dengan musik ini kemudian rajin mempraktikkan bersama dengan
bermain band.
Keempat remaja tersebut kemudian
sepakat membentuk grup band yang diberi nama ‘Mol’. Nama ‘Mol’ diambil dari
nama guru seni musik mereka, Pak Mul. Belakangan nama ‘Mol’ diubah menjadi
DEWA, yang merupakan akronim dari nama sapaan mereka.
Sayang, ketika SMA, Wawan justru
memilih hengkang ketika Dewa njajal musik jazz. Hal ini lantaran
Erwin sangat kesengsem dengan jazz, sementara Dhani dan Andra tak
masalah sekaligus ingin mencoba. Empat sahabat ini pun berpisah sejenak.
Walau lebih sering memainkan musik jazz, Dhani tetap berkenalan dengan
musik lainnya. Melalui sahabatnya, dia berkenalan dengan Patrick Bruce Metheny
(Pat Matheny), dan langsung menjadi penggemar berat Pat Matheny.
Risalah Kasidah — bayang bayang satu sisi restoe boemi |
Pada masa itu juga Dhani dan Andra
mulai menjalin ikatan persahabatan cinta yang tulus. Satu kisah cinta dua laki
yang memula perjumpaan dengan suasana panas. Andra kerap bilang, “Sopo arek iki?” (Jawa: siapa anak
ini?), ketika Dhani lewat di depannya saat masa-masa awal perjumpaan mereka.
Musik tak pernah berhenti menggempur
Dhani. Roes, sahabat Dhani ketika SMA, mengenalkan lebih dalam pada Miles Dewey
Davis III (Miles Davis), Michael Leonard Brecker, Randolph Denard Ornette Coleman,
dan beberapa nama lainnya. Dhani juga bersahabat dengan penggemar Metallica,
Anthrax, dan Megadeth.
Di penghujung masa SMA, Dhani yang
menjumpai Ari Bernardus Lasso sedang nongkrong
sendiri dulu di jalan, segera mengajak Ari bergabung dengan grup band Dhani dan
kawan-kawan.
Sebenarnya Ari lebih dulu mengajak
Dhani bergabung bandnya, OutSider, ketika mereka masih kelas satu SMA. Sayang
Dhani menampik ajakan ini. Dua tahun berikutnya, keadaan menjadi kosok bali.
Ganti Dhani yang mengajak Ari, dan Ari pun mau.
Risalah Kasidah — bayang bayang satu sisi restoe boemi |
Sejak pertemuan mereka di SMA, Dhani
dan Ari memang mulai menjalin interaksi intim. Ari menjadi orang terdekat Dhani
selain Andra. Walau demikian, baru belakangan mereka bisa bersama mengibarkan
bendera band yang sama.
Ari adalah orang yang mengenalkan
Dhani pada Bon Jovi dan Warrant serta musik easy rock. Hal ini membikin
Dhani bisa dengan mudah menggubah langgam remeh berjudul Kangen — yang
anehnya bisa nge-hits terus.
Dhani sejak awal sangat menggandrungi
Queen. Sementara Ari mulai tertarik dengan musik setelah mendengarkan Bohemian
Rhapsody, karya fenomenal dari Queen. Walau demikian, justru bukan Queen
yang menjadi titik temu jitu Dhani dan Ari dalam musik.
Dhani yang sedang berselera pada fusion dan jazz harus beradaptasi dengan Ari yang sedang berselera easy rock. Hasilnya, mereka berdua
sepakat mengkhatamkan Toto dan Chicago.
Risalah Kasidah — bayang bayang satu sisi restoe boemi |
Sejak saat itu Dhani dan Ari
bergabung bersama dalam satu grup band. Bersama mereka, ada juga Andra dan
Erwin serta Wawan yang kembali ‘pulang’. Kelima laki yang baru saja melepas
masa remaja mereka ini kemudian berupaya menapaki tangga di dunia musik.
Mereka mengibarkan bendera DEWA, yang
oleh Ari, diusulkan ditambahi angka ‘19’ sebagai penanda saat itu mereka
rata-rata berusia 19 tahun. Wajar jika angka ‘19’ sempat ditanggalkan DEWA ketika
Ari kabur saat terdampar di keruhnya satu sisi dunia.
Dhani masih rajin mendalami musik
sesudah dikenal sebagai bagian dari DEWA19. Perjumpaannya dengan Think Morrison
memiliki peran penting yang memperkenalkannya pada Kayak, Alan Person Project,
dan ELP.
Interaksi intimnya dengan Virdy
Megananda (Bebi) dan Gabriel Bimo Sulaksono (Bimo) yang mengenalkan padanya
lebih jauh dengan The Beatles. Bebi merupakan salah satu orang yang sanggup
membuat Dhani diam dalam beberapa perkara.
Risalah Kasidah — bayang bayang satu sisi restoe boemi |
Semua ini membikin Dhani memiliki
selera musik beragam. Ragam langgam dari jazz
hingga rock, dari musik sebagai karya
seni hingga musik sebagai karya untuk industri, terus menerus dia tekuni.
Dhani bisa larut menikmati karya
Sergei Vasilievich Rachmaninoff dan Joseph Maurice Ravel, sesudah bergaul
dengan pemain orchestra ketika
rekaman string untuk album-album
DEWA19.
Dhani juga menggemari musik R&B ketika musik fusion mulai memudar di era 1990-an,
yang membikinnya gandrung pada TLC dan Faith Renée Evans. Hingga kini, Dhani
pun bisa tenggelam dalam menikmati karya Skrillex yang hadir menjadi lokomotiv
generasi baru electronic dance music.
Kegandrungan Dhani didukung dengan
keberuntungannya bisa memainkan beragam alat musik, terutama keyboard
dan guitar. Hal ini sangat bagus baginya. Pasalnya, seorang yang bisa
menguasai dua alat musik tersebut memiliki modal berharga untuk menghasilkan
ragam langgam. Lebih kaya nuansa rasa.
Risalah Kasidah — bayang bayang satu sisi restoe boemi |
Penguasaan keyboard dan guitar juga memudahkannya
untuk memahami musik Steven Siro Vai (Steve Vai), David Howell Evans (The
Edge), Brian Harold May (Brian May Queen), serta musik elektronik ala The
Chemical Brothers.
Kemampuannya memainkan alat musik
turut didukung dengan kegemarannya membaca buku apapun dan ngobrol
dengan siapapun. Hal ini memperkaya ragam kosa kata untuk dijadikan lirik dalam
langgam yang digubahnya.
Dhani tak ragu menggunakan kosa kata
tak populer tapi memiliki nilai luhur, seperti menggunakan kata ‘kuldesak’ dan ‘kirana’.
Dia juga biasa saja memadukan kata ‘laskar’ yang biasa berkonotasi negatif
dengan ‘cinta’ yang biasa berkonotasi positif.
Tanpa merasa menistakan Sang
Pencipta, Dhani santai saja mendayagunakan kata ‘Tuhan’ berpadu dengan kata ‘seksi’
saat menggubah langgam paling narsis. Lha
wong merujuknya ke dia sendiri tapi diminta dilantunkan oleh Mulan.
Risalah Kasidah — bayang bayang satu sisi restoe boemi |
Dhani tak canggung menyuntikkan
pemikiran lawas ke dalam langgam yang digubah. Dengan enjoy dia
menyuntikkan surat al-Fatihah pada Kuldesak, surat al-Fiil
pada Persembahan Dari Surga.
Begitu juga surat al-Fajr pada
Laskar Cinta, hasil
unjuk rasa Rabi’ah al-Adawiyah pada Jika Surga dan Neraka Tak Pernah Ada
dan Jika Cinta Allah (solo dengan nama Abu al-Ghazali), dan hasil unjuk
rasa Syekh Siti Jenar dalam Dimensi versi aransir The Rock.
Selain menggubah langgam berat, Dhani
juga piawai menggubah langgam ringan yang mudah dicerna oleh generasi kekinian dan kedisinian. Gubahan seperti ini biasanya dihindarkan dari DEWA19
yang begitu dicintainya sampai sempat bikin dia menangis.
Walau rekam jejak Dhani dalam berkarya
musik diapresiasi banyak pihak, dia memiliki kelemahan tersendiri dalam
penggubahan langgam. Dhani terbiasa menggubah langgam tentang ‘cinta’ dalam
arti luas dan dalam.
Risalah Kasidah — bayang bayang satu sisi restoe boemi |
Hal tersebut membuatnya tak terbiasa
menggubah langgam seperti Titiek Puspa dalam Apanya Dong maupun Meliana Cessy Goeslaw (Melly Goeslaw) dalam I Just Wanna Say I Love You. Ketidakbiasaan
ini membuat Dhani sempat rela menggelontorkan uang Rp 5 juta untuk membeli copyright susunan, “Neng Neng Nong Neng”
dari peserta audisi Indonesian Idol.
Sepanjang menjalani kesehariannya, Dhani
yang memadukan ‘memuja logika kritis, memelihara mistis’ ini seakan hanya
berjalan di atas pagelaran Pelantan saja. Dia memang tipikal pekerja keras,
walakin dia selalu mengakui kalau tak pernah berusaha yang hasilnya seperti
yang didapatkannya.
Kepada Ilahi-Rabbi, Dhani
selalu berserah. Kepada kata-kata nyinyir yang dialamatkan padanya,
Dhani selalu terserah. Dhani hanya berusaha untuk tak lelah mengayuh secara terus-menerus.
Mengayuh... mengayuh... mengayuh perjalanan... “You say God give me a choice...”
seperti lantun Queen dalam Bicycle Race, yang dilantunkan kembali oleh Mulan. Sudah.
Ah.Wg.190250.38.191116.21:04
Risalah Kasidah — bayang bayang satu sisi restoe boemi |