— The Quantum Man Ilmuwan Mbeling
Richard Phillips Feynman asik ngudud di samping Princess of Sweden saat Resepsi Apresiasi Resmi Nobel 1965, akhlaknya lho... (--,) |
Apresiasi resmi berupa Nobel Kimia akhirnya
didapatkan oleh Jean-Pierre Sauvage, Sir J. Fraser Stoddart dan Bernard L.
Feringa atas hasil unjuk kerja mereka berupa rancangan dan sintesis dan mesin
molekuler. Mesin berukuran nano ini termasuk motor, lift, dan otot buatan
(artifisial). 57 tahun selepas Feynman mbacotin
hal ini, akhirnya terwujud juga, diberi nobel pula.
Desember 1959 pasnya, soal tanggal
bisa di-nego, Feynman bilang kalau pecandu
kimia menjadi pemegang kunci untuk mewujudkan gagasan mengenai mesin berukuran
mini itu. Feynman sebenarnya sudah berusaha njajal
bacotan-nya supaya nggak mbacot doang,
cuma ya ... gitu lah nggak maksimal. Barangkali
karena saat itu Feynman lebih sibuk move
on dari Mary Louise Bell (istri kedua, pisah cerai) dan bersiap melaras
hati mengiris janji dengan Gweneth Howarth (istri ketiga, sampai hembusan nafas
terakhir).
Richard Phillips Feynman merupakan
sosok iseng sejak dalam kandungan. Keisengan yang terus menyerta jiwa hingga
dia pindah ke alam baka. Atas dasar keisengan pula dia memilih identitas
sebagai fisikawan sembari iseng-iseng mengelaborasi hal lain yang juga menawan.
Sebagai fisikawan, Feynman mendapat apresiasi mengesankan berupa Nobel Fisika
pada edisi 1965. Persis seperti tiga kimiawan pemenang nobel kimia 2016,
hadiahnya harus rela dibagi bertiga. Kala itu Feynman berbagi dengan Julian
Schwinger dan Sin-Itiro Tomonaga. Tapi ya lumayanlah, daripada enggak sama sekali.
Sebagai manusia berjenis kelamin laki,
wajah ganteng Feynman membikin banyak kaum laki merasa cemburu padanya. Barangkali
atas dasar kecemburuan pada tingkat kegantengan inilah yang membikin foto
Einstein dengan pose yang nggak
banget serta foto Hawking yang juga dengan pose nggak banget lebih banyak diumbar alih-alih foto si ganteng nan
iseng Feynman. Satu usaha yang berhasil membuat fisika lekat dengan wajah nggak banget meski fisikawan cakep bejibun sebenarnya, seperti Paul Adrien
Maurice Dirac.
Ketika masih kecil, Feynman disapa
dengan Dick. Dick, alias Feynman pas masih unyu-unyu
menggemaskan, memiliki sebuah laboratorium di rumahnya. Dia senang bermain di
sana dengan mencoba menemukan apa saja: main lampu dan membikin sekring, membikin
alarm penyelinap di kamarnya (karena tak mau tidurnya diganggu), hingga membikin
sistem koil dengan pemantik api yang dilengkapi gas argon. Bikinan terakhirnya
ini sempat membikin dia hampir mendapat marah dari ibunya.
Mulanya dia memainkan sistem koil bikinan
sendiri. Saat sedang larut dalam permainan percikan api berwarna ungu, ujug-ujug apinya mencelat ke arah kertas hingga membakar kertas tersebut. Karena
sudah larut, Feynman tak mau acara mainnya dirisak kertas yang terbakar. Tanpa
merasa berdosa, dia membuang saja kertas terbakar itu ke tempat sampah di dekatnya.
Sayang dia lupa kalau di tempat sampah itu terdapat seonggok koran bekas.
Saling sulut api yang terjadi kemudian
dengan segera merisak acara mainnya. Kamar Feynman segera penuh dengan asap
hasil dari saling sulut antara kertas buangan dan seonggok koran bekas yang
segera dipadamkan. Supaya tak dimarahi ibunya, dia segera menutup pintu kamarnya
biar ibu menyangka anaknya ini sedang bobok
cakep. Pengalaman yang hampir membuatnya dijerat pengurangan uang jajan ini
tak membikinnya kapok. Tetap saja dia suka main di kamar. Pengalaman itu malah
memberinya gagasan bahwa kalau terjadi peristiwa tak diinginkan yang menyebalkan,
segera tutup pintu supaya ibu tak tahu.
Merasa bosan bermain api, Dick ganti
bermain radio. Dia membawa radio tua dan rongsok yang sudah rusak ke dalam kamarnya
untuk diutak-atik. Tak jelas darimana dia mendapatkan radio ini. Entah punya keluarganya
sendiri, punya tetangga, atau hadiah yang pernah diberikan padanya. Yang jelas
radio ini berhasil dia perbaiki dan mempromosikan namanya sebagai tukang
reparasi radio berusia muda berwajah tampan.
Sebagai tukang reparasi radio yang
masih berusia muda, Dick kerap mendapat permintaan dari pelanggan dadakan.
Permintaan ini tentunya win win solution.
Dick sedang kesengsem bermain utak-atik radio sementara pelanggan suka dengan kaum
muda, bayarnya murah.
Hal tersebut menambah jam terbang Dick
sebagai tukang reparasi radio. Jam terbang yang melatihkan kepekaan rasa
padanya. Hingga akhirnya dia bisa tahu letak kerusakan radio tanpa
menyentuhnya. Cuma memakai feeling doang
masaaa... seperti orang pacaran atau sesama mantan pacar.
Teman-teman Dick di sekolah lebih
memilih meyebutnya sebagai ‘Mad Genious’
ketimbang ‘Most Intelligent’. Dick
memang pintar dan mece seperti kelakuan
kaum Jin. Kelakuan yang membikin
Allah mendahulukan Jin daripada
manusia kalau disebutkan bersama dalam Alquran berkaitan kepintaran dan ke-mece-an.
Keisengan Dick didasari hasrat kuatnya
untuk dapat memecahkan teka-teki. Dia memang tak pacaran saat remaja karena
sadar bahwa teka-teki paling rumit adalah puan. Dia sudah bisa menyadari hal
yang baru diungkapkan Hawking sesudah gagal dalam pacaran dan gagal dalam pernikahan
beberapa dekade setelahnya.
Sebagai jalan awal memecahkan teka-teki
ini, dia pun tertarik pada fisika, bahkan sebelum fisika banyak diminati
perempuan. Dick sadar bahwa kalau dia berhubungan dengan puan, pasti dia
disalahkan. Dick lahir sebagai cowok
dan cowok selalu salah sejak awal
diciptakan. Hawa, yang jelas-jelas memulai kesalahan, masih saja memutar-mutar
perasaan Adam hingga laki pertama di kalangan Homo Sapiens ini harus mau disalahkan.
Walau begitu Dick rada-rada mirip puan dengan rajin
mencari-cari kesalahan. Sayang memang dia tak tertarik hukum, kalau tertarik hukum
tentulah dia rajin mencari-cari kesalahan untuk menambah uang jajan. Sayang
juga dia laki, kalau puan tentulah kerajinannya ini bisa menjadi sarana untuk
menang-menangan. Sehingga kebiasaan Dick mencari-cari kesalahan hanya sekedar untuk
membetulkan.
Dick perlahan sadar kalau kebiasaan
isengnya membuka peluang pengurangan uang jajan dari ibunya. Untuk itu dia
memilih menghabiskan liburan musim panas saat sweet seventeen dengan bekerja di rumah makan. Berada di rumah makan
saat musim panas tak enak dirasa bagi laki yang masih sendiri. Untuk itu, dia
memilih job di dapur saja biar
menghindari melihat orang sedang pacaran mesra. Di dapur, Dick mendapat jatah
harus memotong kacang panjang.
Umumnya orang memotong kacang panjang
dengan diletakkan di atas meja lalu menggorokkan pisau di atas kacang
panjangnya untuk digerakkan naik-turun. Dick yang tipikal males dan nggak sabaran,
mencari cara lain biar bisa cepat. Cara lain didapatkannya dengan men-jejer lima bilah pisau secara pararel
(seperti baris-berbaris) di atas baskom kuwung penampung. Pisau tersebut
menghadap atas biar kacang panjangnya tinggal dipegang dua buah sisi ekstrimnya
dan digerakkan sekali. Tinggal krees...
kress... kress... beres jatah memotong kacang panjang. Beres lebih cepat
daripada cara yang biasa dipakai orang.
Sayangnya cara lain ini tak segera
diberitahukan Dick pada juragan. Mungkin dia terlalu asik memainkan prosesnya
dan gembira menikmati hasilnya hingga penemuannya tak sempat dilaporkan.
Alhasil, dari kelupaan melaporkan penemuan ini, dia sempat kaget saat juragan
melakukan inspeksi mendadak ke dapur. Merasa belum memberi tahu cara yang tak
tercantum dalam job description, Dick
segera panik.
Kepanikan ini membikinnya tak
hati-hati. Jadilah penemuan yang sempat membahagiakan malah melukai jari
tangannya sendiri. Kepanikan ini juga yang membuatnya lupa menyingkirkan
tangannya dari baskom penampung yang sudah tak kuwung. Hasilnya, kacang panjang
yang sudah teriris dan terkumpul di dalam baskom menjadi merah terkena percikan
darah. Dick pun malah kena marah.
Tak hanya sekali itu saja Dick kena
marah gara-gara ‘penemuan’-nya. Dia hanya beruntung tidak hidup di lingkungan basyar tanpa insan dan naas seperti
banyak terdapat di beragam tempat pada zaman kekinian dan kedisinian ini.
Meski rajin mendapat seruan amarah, Dick tidak kapok. Dick malah kesengsem dengan proses dan hasil
‘penemuan’-nya yang memberikan jalan iseng berikutnya.
Sebagai pemuas hasrat keisengan berikutnya,
Dick memilih MIT (Massachusset Institute Technology) sebagai medan pelampiasan.
Di sini keisengannya semakin menjadi-jadi. Tinggal sekamar dengan dua pelajar
tingkat akhir saat Dick masih tingkat awal, dia iseng nguping obrolan dua teman sekamarnya ini.
Dick tak peduli nguping itu tindakan tidak terpuji karena terpuji atau tercela
hanyalah pandangan manusia ‘satu meter’ yang kerap menyangka dugaan sebagai kesimpulan
tak terbantahkan. Tindakan tak terpuji Dick ini tak disertai sikapnya untuk
terus hati-hati. Setelah beberapa kali nguping
obrolan seputar mata kuliah fisika teori, Dick mendengar dua teman sekamarnya
ini mengobrolkan kesulitan mereka memecahkan soal.
Dengan tanpa merasa berdosa, Dick nyeletuk, “Kok nggak menggunakan persamaan Baronallai
saja bro?” Tentu saja dua teman
sekamarnya bingung. “Maksud loe....?”
gitu batin mereka. Dick yang merasa
iba pada dua kakak tingkatnya ini kemudian menjelaskan maksud celetukan
barusan. Dua teman sekamarnya ini terkesan dengan kelihaian Dick menyelesaikan
soal rumit bagi mereka dengan cara sangat gampang.
Sebagai imbalannya, Dick diingatkan kalau
yang dimaksud adalah Bernoulli bukan
Baronelli. Wajar Dick salah istilah.
Dia hanya mendapatkan dari kebiasaan nguping
yang ditindaklanjuti dengan mencari tahu sendiri tanpa bisa mendapat kawan
sepadan untuk mengobrolkan. Walakin sejak saat itu Dick mendapat kesempatan
untuk terlibat obrolan dengan dua teman sekamarnya.
Keisengan tanpa rasa berdosa kembali
dilakukan Dick. Kali ini dia pura-pura sebagai orang bisu ketika hendak membeli
susu. Dia menyebutkan kata susu di bibirnya tanpa menyuarakan pita suaranya.
Penjual pun merasa bingung. Tak mau keisengannya berantakan, Dick lalu
mengarang isyarat untuk susu dengan memeragakan gerakan tangan seperti sedang meremas
memeras susu. Penjual malah merasa bingung.
Beruntung di tengah manuver keisengan,
ada seorang laki membeli susu. Tanpa lama-lama, Dick kemudian menunjuk susu
yang dibeli laki itu. Jadilah penjual susu segera memahami maksud Dick dan
mengambilkan susu untuknya. Setelah susu diberikan padanya, dengan nada biasa
saja Dick nyeletuk, “Terima kasih
banyak pak.” Penjual susu baru saja menyadari kalau dia baru saja ditipu. Hanya
saja dia tak marah, yang penting dagangan laku.
Dari semua keisengannya, keisengan yang
paling dibanggakannya adalah yang pernah dilakukannya di asrama. Sekitar pukul
5 pagi Dick terbangun dan turun ke bawah. Dia menemukan tulisan: PINTU! PINTU!
SIAPA YANG MENCURI PINTU? Ternyata ada yang iseng melepas pintu dari engselnya
dan menyembunyikannya. Kebetulan ruangan itu punya dua pintu.
Dick segera mendapatkan gagasan untuk
melakukan keisengan. Dia melepas pintu yang kedua dan menyembunyikannya di
balik tangki minyak di lantai dasar di bawah tanah. Sesudah itu dia kembali
tidur. Paginya dia pura-pura terbangun terlambat. Waktu dia turun semua sudah berkumpul
dan ada yang sudah marah-marah karena kedua pintu ruangan itu hilang. Salah
satu dari mereka bertanya, “Feynman, kamu mengambil pintu ya?”
Dengan tenang Dick menjawab, “Iya!” sambil
menambahkan, “Lihat saja goresan di jariku, ini gara-gara tanganku tergores ke dinding
waktu membawa pintu itu ke lantai dasar.” Ternyata jawaban jujur itu tidak
dipercaya. Dikira sedang becanda karena
Dick dikenal sebagai orang yang tidak pernah serius sesuai pemahaman kata
serius oleh teman-temannya. Dick sudah menduga ini, dia rajin mencari tahu
peristiwa dengan rapi dan rinci hingga tangkas dalam melihat kecenderungan.
Ketangkasan itu membuat Dick dengan
lihai memahami hal, yakni kecenderungan orang adalah gemar menghakimi sendiri.
Dia tahu kalau pencuri pintu yang pertama sudah ketahuan pasti orang yang sama
dikira mencuri pintu yang kedua. Pencuri yang pertama memang ketahuan dari
tulisan tangan yang ditinggalkan. Orangnya langsung dikerjai semua orang supaya
mengaku di mana letak pintu yang kedua. Setelah babak belur, barulah semua
percaya kalau ada orang lain yang mencuri pintu kedua.
Sampai sepekan pintu kedua itu belum
juga ditemukan. Ketua asrama akhirnya minta saran untuk memecahkan soal ini.
Dick mengajukan usul sambil pura-pura marah, “Siapa pun kau, pencuri pintu,
kami tahu kau sangat hebat. Kau sangat cerdik! Kami tidak tahu siapa kau, jadi
kau pasti seorang super genius. Kau tidak perlu katakan siapa kau, kami cuma
ingin tahu di mana pintu itu berada. Jadi, kalau kau meninggalkan catatan di
mana saja, di mana pintu itu berada, kami akan menghormatimu dan mengakui
selamanya bahwa kau memang super hebat, super cerdas, sampai bisa mencuri pintu
sementara kami tetap tidak tahu siapa pelakunya. Tapi tinggalkanlah sebuah
catatan di suatu tempat, dan kami akan sangat berterima kasih.”
Orang di sebelah Dick mengusulkan
semua orang harus ditanya satu per satu, apakah dia mencuri pintu. Usulan itu
diterima oleh ketua asrama dan segera ditindaklanjuti olehnya.
Ketua asrama mulai berkeliling dan
bertanya pada semua orang. Semua menjawab tidak. Begitu ketua asrama sampai ke
Dick, dia menanyakan pertanyaan sama, “Feynman, Kamu mengambil pintu itu?” Dick
dengan tenang menjawab, “Ya, saya yang mengambil pintu itu.” Tapi ketua asrama
itu malah kesal karena dikira diajak becanda.
Malamnya Dick meninggalkan gambar
tangki minyak kecil dengan sebuah pintu di dekatnya. Besoknya pintunya
ditemukan dan dipasang kembali. Sesudah beberapa hari baru dia mengakui keisengannya
itu. Semua langsung menuduhnya tukang kibul karena tidak mau mengakui. Padahal jelas-jelas
dia menjawab dengan jujur sewaktu ditanyai. Saking jujurnya, seringkali tidak
ada seorang pun yang percaya padanya.
Sesudah menyelesaikan segala keisengan
harian di MIT, Dick melanjutkan ke fakultas pasca sarjana di Princeton. Suatu
kali sesudah makan malam, ada pengumuman tentang kedatangan profesor psikologi
yang akan mbacot tentang hipnotis. Rencananya
akan ada demonstrasi hipnotis, jadi diperlukan sukarelawan untuk dihipnotis. Dick
yang selalu ingin tahu hal-hal yang tidak dimengertinya langsung semangat.
Sayang waktu Dick menghadiri acara
itu, dia duduk di ujung belakang. Ruangan itu dipenuhi oleh sekitar 200 orang,
padahal hanya diminta tiga orang sukarelawan. Dick yang khawatir tidak terlihat
karena duduk di belakang langsung siap-siap berteriak sekencang mungkin. Sewaktu
Dr. Eisenhart, dekan pasca sarjana di Princeton, bertanya, “Jadi, saya ingin
bertanya apakah ada yang berminat menjadi sukarelawan…”
Dick langsung mengacungkan tangan dan
loncat dari bangkunya sambil berteriak sekeraskerasnya karena takut tidak
terdengar, “SAYAAA…!!!” Suaranya bergaung di seluruh aula karena ternyata tidak
ada orang lain yang mengacungkan tangan dan mengajukan diri untuk jadi sukarelawan!
Modiyar kueeee masss....
Rasa ingin tahunya ini bukan cuma
pada persoalan fisika dan psikologi saja. Di ruang makan, Dick selalu duduk
bersama kelompok orang yang berbeda setiap pekannya. Satu pekan dengan para
filosof, minggu berikutnya dengan para penggila matematika, lalu jalan-jalan ke
meja pelajar yang menekuni biologi. Semua ini dilakoni karena dia selalu ingin
tahu obrolan masing-masing kelompok.
Dick lalu diajak untuk ikut kuliah
fisiologi sambil ikut mengerjakan tugas dan laporan seperti pelajar lainnya. Sewaktu
dia menjelaskan catatannya di kelas biologi, dia sering ditertawakan seluruh
kelas karena salah menyebut istilah biologi. Misalnya blastomere disebut blastophere. Belum lagi sewaktu ada yang
presentasi tentang impuls pada syaraf. Waktu itu kucing dijadikan contoh. Ada
bermacam nama otot yang tidak dimengerti oleh Dick, jadi dia pergi ke
perpustakaan untuk mencari tahu tentang letak otot-otot itu di badan kucing.
Saat sedang mencari tahu di perpustakaan,
dengan lugu Dick bertanya ke petugas perpustakaan tentang peta kucing.
Pustakawan itu sih mengerti kalau
yang dimaksudkan sebenarnya bagan binatang, tapi kejadian itu begitu lucu
sampai tersebar desas-desus tentang seorang pelajar biologi yang sangat bodoh
yang mencari ‘peta kucing’. Akhlaknya
pustawakan itu lho Ya Allah ... bikin pengen ngelus dada mbak Jupe.
Dick tak pandang dimensi ruang dan waktu
saat melakukan keisengan. Saat sedang bekerja di Los Alamos, Dick sempat
membaca artikel tentang anjing pelacak. Dia terkesan sekali dengan kemampuan
penciuman anjing yang sangat hebat itu. Langsung saja dia melakukan percobaan dengan
bininya.
Sejumlah botol minuman berkarbonasi dikumpulkan
tanpa disentuhnya, lalu sang bini diminta mengambil salah satu dan memegangnya
beberapa saat. Dick sendiri keluar ruangan supaya dia tidak melihat botol mana
yang dipegang oleh bini. Begitu dia masuk dan mencoba menebak yang mana, dia
langsung tahu dengan menggunakan cara fisika! Botol yang sudah dipegang bininya
suhunya pasti berbeda, baunya juga jadi berbeda, lebih lembab dan lebih hangat.
Dick menganggap percobaan itu terlalu
mudah. Jadi dicobanya lagi dengan buku di rak buku yang lama tidak disentuh-sentuh.
Bininya memilih salah satu buku dan membukanya sebentar, lalu mengembalikan
lagi ke rak. Sewaktu Dick masuk dan mencoba menebak, dia langsung tahu dari
kelembaban dan bau yang berbeda pada buku yang sudah dipegang. Buku yang sudah
lama tidak dipegang baunya kering. Dia berhasil mengetahui rahasia anjing
pelacak! Jadi hati-hati kalau menyisipkan sesuatu ke dalam buku biarpun buku
itu kelihatannya tak pernah dibaca lagi.
Rasa ingin tahu, penasaran, dan
keberanian yang dilengkapi keisengan ini menjadi modal utama Feynman saat
bekerja sama dengan para ahli fisika top
kala itu. Suatu kali Niels Bohr berkunjung dan mengajaknya ngobrol tentang cara membuat bom yang lebih efisien. Gagasan-gagasan
Bohr yang waktu itu didewakan dibahas semua. Dick dengan santai mengutarakan
pendapatnya. Jika ada gagasan yang menurutnya jelek, dia langsung mengungkapkannya
tanpa takut dan segan.
Karena keterusterangannya Dick selalu
jadi orang pertama yang diajak untuk diskusi oleh Bohr. Orang lain selalu
menjawab: Ya, ya, Dr. Bohr. Semua begitu kecuali Dick yang berani menjawab:
Tidak, itu tak akan jalan, tidak efisien… Niels Bohr sangat terkesan dengan
keterusterangannya ini. Saat Bohr mendapatkan kemapanan, kehadiran tipikal mbedhul seperti Dick adalah satu oase di
tengah gurun gersang akan keterusterangan.
Di Los Alamos, semua berkas penting
tentang perkembangan pembuatan bom selalu disimpan dengan rapi dalam lemari
brankas yang dikunci dan digembok. Dick selalu merasa kunci itu masih kurang
aman. Dia lalu membuktikannya dengan cara membongkar satu per satu semua
brankas di sana. Semua laporan yang dibutuhkannya diambil sendiri dari brankas
yang dikunci.
Sesudah selesai, dia mengembalikan
laporan itu kepada yang punya. Sudah pasti orangnya langsung bingung karena
tidak pernah meminjamkan berkas itu ke siapa pun. Dengan tenang Dick mengakui dia
mengambilnya sendiri dari brankas dengan cara membongkar kuncinya. Sudah iseng,
tekun, terus terang pula, pasti bukan laki ideal kaum Hawa.
Sejak itu kalau ada orang yang hilang
atau pergi padahal ada berkas penting di lemarinya, Dick yang bisa dengan
gampang membongkar kunci kombinasi brankas segera mendapat panggilan para
pelanggan. Kelihaian ini dipraktikkannya juga setiap kali berkunjung ke Oak
Ridge. Sampai-sampai semua orang di sana tidak mengizinkan Dick untuk mendekati
lemari brankasnya karena keisengan Dick sudah begitu dikenal.
Sekali waktu keisengannya membongkar
brankas mencapai puncaknya. Dia membongkar tiga brankas yang berisi semua
rahasia bom atom. Ternyata ketiga brankas yang berjejeran itu mempunyai nomor
kombinasi yang sama. Otak usilnya mendorongnya untuk meninggalkan catatan di
ketiga brankas yang dibongkarnya itu. Di brankas kedua dia meninggalkan catatan
pertama: “Aku pinjam dokumen No. LA4312 – Feynman, si tukang bongkar lemari
besi.” Di brankas pertama dia menulis catatan lain: “Yang ini tidak lebih susah
membukanya – Si Sok Tahu.” Lalu pada brankas ketiga: “Jika kombinasinya sama,
yang satu tidak lebih susah dari yang lain – Orang yang Sama.”
Malam harinya sesudah makan malam, dia
bertemu Freddy de Hoffman, orang yang brankasnya baru saja dia utak-utik.
Sewaktu de Hoffman hendak kembali ke kantornya, Dick mengikutinya untuk
menikmati hasil keisengannya itu. Sewaktu de Hoffman mulai bekerja, dia membuka
lemari yang ditinggali catatan yang ketiga.
Wajah de Hoffman langsung pias begitu
melihat kertas kuning menyala dengan tulisan krayon warna merah. Tangannya yang
gemetar mengambil kertas itu dan langsung menduga-duga siapa yang sudah
membongkar lemarinya: Orang yang Sama! Pasti orang yang mencoba masuk ke Gedung
Omega! (Waktu itu kasus Gedung Omega merupakan berita besar dan pencurinya
belum tertangkap).
Dengan kebingungan dia bertanya ke
Dick apa yang harus dilakukan. Dick cuma mengusulkan untuk memeriksa berkasnya
untuk mencari apa ada yang hilang. Kemudian lemari yang lain juga diperiksa. Di
lemari yang pertama dia menemukan catatan kedua yang ditandatangani ‘Si Sok
Tahu’. Muka De Hoffman makin pias saat Dick berusaha menahan agar tak tertawa keras.
Begitu de Hoffman hendak membuka
lemari kedua, Dick pelan-pelan menyelinap ke pintu, karena takut dimarahi
habis-habisan. Catatan pertama pun ditemukan. Dan benar saja! De Hoffman
langsung lari mengejar Dick. Tapi bukan karena marah. Justru dia merangkulnya
karena sangat lega begitu mengetahui bahwa rahasia bom atom belum bocor: cuma keisengan
Dick Feynman!
Petualangannya tidak berhenti di situ
saja. Dick yang punya prinsip ‘Everything is Interesting’ ini terus saja
bersemangat menelusuri semua bidang yang sebelumnya tidak dia mengerti. Dia
berhasil memecahkan tulisan kuno bangsa Maya (hieroglif kuno), trik-trik
pesulap terkenal James ‘The Amazing’ Randi, melukis berbagai potret,
menjadi pemain bongo yang hebat, dan menguasai geografi berbagai tempat di
dunia hanya dengan cara mengoleksi perangko.
Semua kelihaian itu semula tidak dimilikinya.
Dia mempelajarinya karena penasaran. Dick tidak bisa menggambar, jadi dia mencoba
coret-coret di atas kertas. Dick tidak mengerti musik, jadi dia asal memukul
gendang. Dia selalu memikirkan hal-hal yang tidak terpikir oleh orang lain. Gagasannya
selalu unik dan sederhana (bukan sepela dan remeh).
Berbagai eksperimennya selalu disebut
simple, to the point experiment. Sampai-sampai dia dijadikan icon oleh
perusahaan komputer terkenal dalam satu iklannya: Think Different.
Semuanya dikerjakannya dengan satu syarat: bisa dikerjakan sambil main-main.
Satu kalimat yang selalu diucapkannya: What do you care what other people
think? Belakangan ditiru
oleh Paris Hilton dalam membangun keratuannya.
Dick selalu menyampaikan pesan bahwa
kita harus selalu melakukan sesuatu dengan gembira. Jika berkutat dengan
masalah fisika, atau masalah apa pun, jangan pernah memikirkan apa yang bisa
didapatkan. Sebaliknya, fisika itu dianggap sebagai mainan yang bisa dijadikan
sarana untuk berpetualang. Dengan begini, kreativitas bisa mengalir lancar dan
tanpa beban.
Satu lagi resepnya untuk belajar
fisika: pelajari sendiri tanpa harus terikat dengan aturan-aturan yang sudah
ada di buku-buku pedoman. Dengan mempelajarinya sendiri, kita jadi mengerti
konsepnya. Kita pun tidak mudah lupa. Asik ‘kan?