— pemula gelora kajian keilmuan
Delos, bekas pusat daerah Ionia. [Sumber: wikipedia] |
Gerhana
menjadi peristiwa penting dalam linimasa peradaban manusia di planet Bumi. Semula,
peristiwa tersebut ditaggapi dengan menggunakan ragam macam mitos. Saat terjadi
gerhana, orang-orang di Bumi bergegas menyelamatkan Surya (Matahari) atau Bulan
dengan bersama-sama membikin kebisingan. Melalui kebisingan ini mereka berharap
supaya gerhana segera sirna.
Mitos
seperti ini tak hanya terjadi di tanah Jawa dengan cerita ‘Srengengene dipangan Butho’ (Jawa: Suryanya dimakan Raksasa). Di
belahan wilayah lain, mitos seperti inipun ada. Entah bagaimana caranya, setiap
generasi peradaban manusia di planet Bumi, selalu saja ada titik temu jitu. Ada
kecenderungan yang berlaku pada setiap masa yang hingga kini tak pernah sirna
juga.
Lamat-lamat
malar, manusia meninggalkan mitos tersebut sesudah melihat adanya pola keteraturan
dalam peristiwa gerhana. Pola keteraturan alamiah yang terus menerus berjalan
tanpa perlu menghadirkan kebisingan untuk ‘menyelamatkan’ kirana Surya atau Bulan
dari temaram saat gerhana.
Tak jelas behind the scene penangkapan pola ini.
Entah memang berupaya memperhatikan, entah karena malas lalu tiba-tiba mendapatkan,
entah ada sosok yang datang membuka jalan pemahaman. Yang jelas manusia mulai menyadari
bahwa gerhana terjadi dengan pola teratur yang berulang sendiri. Kesadaran yang
membangkitkan semangat untuk bisa memahami.
Pemahaman
terhadap pola keteraturan membikin bangsa Babilonia kuno yang menduduki wilayah
Mesopotamia sanggup memperkirakan masa terjadi gerhana lagi. Perkiraan mereka
cukup akurat meski belum disertai pemahaman terhadap penyebab terjadinya
gerhana. Mereka memulainya dengan gerhana Bulan dan perlahan dilanjutkan dengan
gerhana Surya. Dari situlah pemahaman bahwa peristiwa alam memiliki keteraturan
mulai menggelora.
Gelora mencari
tahu pola keteraturan peristiwa alam mulai meraja sesudah gagasan brilian
diberikan oleh seorang laki bernama Thales (Θαλῆς). Sosok misterius asal
Miletus (kini Turki) ini diperkirakan mendiami planet Bumi sepanjang 624 hingga
546 sebelum masehi (SM). Dia memberikan gagasan mengenai pola keteraturan ini
yang dimulai dengan mengajakserta masyarakat (kawulo alias rakyat dan gusti
alias pejabat) di kampung halamannya, Ionia.
Secara khusus,
Thales mendapat apresiasi menawan atas keberhasilannya memperkirakan dengan
jitu terjadinya gerhana Surya pada tahun 585 SM. Tak ada peninggalan karya
tulis dari Thales yang bisa ditemukan, namun semua sepakat bahwa dialah sosok keren
pencetus gagasan baru dalam melakukan ijtihad.
Gagasan
Thales membuka gerbang petualangan panjang tanpa henti yang dilakoni manusia
hingga kini. Petualangan atas dasar keyakinan bahwa alam semesta memiliki keteraturan
yang dapat dipahami. Kejadian yang tampak sulit dan komplit dapat disederhanakan
melalui penjelasan rapi dan rinci.
Thales
memulai gelora ini melalui kampung halamannya yang disebut Ionia. Thales
menjadikan Ionia sebagai batu loncatan mengagumkan. Pada masanya, Ionia yang
masuk wilayah Yunani merupakan pusat ilmuwan yang kirananya meluas hingga Turki
dan Italia.
Karya
ilmuwan Ionia dikagumi melalui perhatian kuat dalam menggali aturan-aturan
dasar yang bisa menjelaskan fenomena alam. Aturan dasar tersebut disusun dengan
cara yang bisa dinalar sehingga tak menutup diri untuk bisa dimengerti oleh
orang awam. Karya mereka tak sebatas bisa dicoba melalui pengamatan, namun bisa
juga melalui pemikiran.
Karya dari
Anaximandros (Ἀναξίμανδρος)
misalnya. Sahabat Thales yang mendiami Bumi sepanjang 610-546 SM, mengungkapkan
pendapatnya bahwa manusia adalah keturunan yang tumbuh lebih bagus dari spesies
sebelumnya.
Pendapatnya
ini dikuatkan dengan pernyataan bahwa karena bayi manusia tak berdaya saat
lahir, jika manusia pertama muncul sebagai bayi seorang diri, makan tak akan
bertahan hidup alih-alih tumbuh tua dan berkembang dewasa. Warisan Anaximandros
mangkrak lama hingga bisa dihidupkan lagi pada abad 19 oleh Charles Robert
Darwin melalui karya yang dikenal dengan teori evolusi.
Dalam
banyak hal, karya Ionia bahkan bisa memberikan kesimpulan yang tak jauh berbeda
dengan kesimpulan yang didapat saat ini. Salah satu pesona yang belum sirna
hingga kini dari Ionia adalah gagasan yang dikenal dengan teorema Pythagoras.
Teorema
ini menyebutkan bahwa kuadrat sisi terpanjang dari segitiga siku-siku sama
dengan jumlah kuadrat dua sisi yang lain. Acuan paling mudah teorema ini dapat
ditulis menggunakan persamaan 32 + 42 = 52.
Sosok
bernama Pythagoras (Πυθαγόρας) sendiri diceritakan mendiami Bumi selama kurun
masa 570-495 SM. Walau teorema tersebut disematkan pada Pythatoras, tak ada
yang berani memberikan kepastian kalau dialah yang memberi gagasan abadi ini.
Gagasan ini terbukti tepat dan tetap sejak semula di-jlentrehkan hingga saat ini.
Tesiar pula
kabar bahwa Pythagoras menemukan hubungan antara senar yang dipakai dalam alat
musik dan kombinasi harmonik suara yang dihasilkan. Penemuan Pythagoras menyatakan
bahwa jumlah getaran setiap satu satuan waktu (frekuensi) dari senar yang
bergetar dalam tegangan tetap berbanding terbalik dengan panjangnya. Supaya
lebih mudah, pernyataan menggunakan paduan kata disertai dengan angka.
Penemuan kedua
pun abadi. Kini kita bisa melihat penerapan penemuan Pythagoras pada perbedaan
bass dan gitar. Senar bass lebih panjang ketimbang senar gitar. Semula
‘penemuan’ kedua Pythagoras dinamakan formula matematika namun seiring
berjalannya waktu hal itu dinamai fisika teori.
Empedocles
(Ἐμπεδοκλῆς), yang mendiami
wilayah Sicìlia (kini Italia) sepanjang kurun masa 490-430 SM, iseng mengamati wadah
air yang disebut clepsydra. Alat ini
berbentuk bola dengan leher terbuka dan lubang-lubang kecil di bagian bawahnya.
Empedocles penasaran dengan cara kerja alat ini.
Kalau clepsydra dicelupkan ke dalam cairan
alat ini akan terisi. Lalu ketika terbukanya itu ditutup, alat ini akan bisa
mengangkat cairan keluar tanpa menumpahkan isinya meski terdapat lubang di
bawahnya.
Keisengan
Empedocles ini melatarbelakangi pendapatnya bahwa ada sesuatu tak terlihat mata
yang membikin air tak tumpah kalau leher clepsydra
ditutup dan akan segera tumpah kalau dibuka. Kini ‘sesuatu’ itu dikenal dengan
sebutan udara.
Tak lama
berselang, penghuni Ionia tak mau kalah memberikan sumbangan gagasan brilian.
Democritus (Δημόκριτος), penghuni bagian utara Ionia sepanjang 460 hingga 370
SM, melakukan keisengan lainnya.
Dia
memotong benda menjadi bagian-bagian kecil. Pemotongan terus menerus hingga dia
sulit memotongnya lagi. Setelah lelah melanjutkan keisengan, Democritus mengungkapkan
pendapatnya bahwa setiap benda tersusun atas bahan dasar yang tak dapat
dipotong lagi.
Bahan
dasar yang tak dapat dipotong dalam bahasa kuno Yunani disebut atom (a = tidak dan tom = dipotong).
Ketika gagasan ini diungkapkan, diyakini bahwa atom adalah bahan dasar paling kecil.
Hanya saja
saat ini pengembangan gagasan menyebutkan bahwa atom pun terdiri dari bahan
dasar yang lebih kecil lagi. Setelah ditemukan proton, neutron, dan elektron sebagai bahan dasar paling kecil,
kini sudah dikenal quark dan lepton sebagai bahan dasar ketiganya.
Meski demikian,
gagasan Democritus bahwa terdapat bahan dasar penyusun setiap bahan ini tetap
abadi. Tak masalah kalau bahan dasar itu bukanlah atom seperti dia yakini. Dia
pun saat itu sudah meyakini bahwa peristiwa terkait benda merupakan hasil
benturan bahan dasar pamungkas terkecil itu.
Pendapat
yang dijuluki atomisme ini menyatakan
bahwa semua atom bergerak di sekitar ruang kosong dan tak akan berhenti jika tak
ada gangguan. Belum ada yang bisa memastikan mengapa harus ada ruang kosong
itu, namun pandangan ini mengilhami gagasan yang kini disebut sebagai hukum kelembaman
(kemalasan mengubah posisi semula).
Tak lama
berselang, gagasan brilian kembali menjulang. Aristarchus (Ἀρίσταρχος ),
penghuni Ionia sepanjang rentang 310 – 230 SM, memberikan gagasan bahwa Bumi bukanlah
pusat jagad raya. Generasi Aristarchus disebut sebagai generasi emas terakhir
yang terlahir di Ionia.
Gagasan
Aristarchus sendiri disertai hasil pengamatan (data) yang dianalisa melalui
perhitungan. Dia menghitung ukuran bayangan Bumi pada bulan selama terjadi
gerhana Bulan. Gagasan ini menjadi satu-satunya karyanya yang terus menerus
bertahan dengan kesimpulan tak terbantahkan.
Dari
perhitungannya, Aristarchus menyimpulkan bahwa Surya pasti jauh lebih besar
dari Bumi. Karena saat itu berlaku pandangan bahwa benda kecil akan cenderung mengelilingi
benda besar (tak bisa dibalik) kesimpulannya disusuli bahwa Bumi bukanlah pusat
dari jagad raya. Dengan ungkapan lain, Bumi adalah salah satu benda yang mengelilingi
Surya.
Aristarchus
pun meyakini bahwa bintang-bintang yang berkilau saat temaram malam seperti
Surya, namun letakanya sangat jauh dari Bumi. Pendapat ini memang sempat mangkrak namun kini berlanjut lebih
‘sinting’ lagi.
Pengembangan
gagasan Aristarchus berlanjut hingga menyebutkan bahwa Surya pun mengorbit pada
benda yang jauh lebih besar lagi. Misalnya kita mulai mengenal dengan Galaksi. Neil
deGrasse Tyson memandu perkembangan ‘sinting’ ini melalui acar Space Odyssey.
Hampir dua
abad kemudian, sepanjang rentang 287-212 SM, hiduplah sosok ‘sinting’ bernama
Archimedes (Ἀρχιμήδης). Dia dihormati sebagai fisikawan agung dari zaman yang
disebut zaman kuno. Archimedes berhasil menyumbangkan gagasan abadi berupa tiga
hukum fisika yang dirumuskannya.
Gagasan
pertama Archimedes menjelaskan tentang sedikit forsa (force, gaya) yang diberikan pada hulu pengungkit dapat mengangkat
beban berat karena perbandingan jarak dan titik tumpu beban pada pengungkit
bisa menggandakan forsa yang diberikan pada hilirnya.
Gagasan keduanya
menjelaskan mengenai forsa tekan ke atas (gaya apung). Setiap benda yang
dicelupkan ke dalam sebuah cairan akan mengalami forsa tekan ke atas yang
forsanya sama besar dengan berat cairan yang dipindahkan (misalnya tumpah).
Gagasan kedua
ini membikin dia disebut sinting karena saking girangnya dia lupa belum mengenakan
pakaian saat berupaya memamerkan yang ditemukan. Kegirangannya diserta dengan
teriakan eureka, yang geloranya terus
menggema sepanjang masa.
Eureka yang berarti ‘sudah kudapatkan’ berkembang
menjadi istilah. Secara istilah, Eureka
didefinisikan sebagai a cry of joy or
satisfaction when one finds or discovers something. Secara serampangan, eureka adalah ungkapan rasa syukur saat
berhasil menemukan sesuatu yang baru.
Gagasan ketiganya
menegaskan bahwa sudut antara berkas cahaya dan cermin datar sama dengan sudut
antara cermin dan berkas cahaya yang terpantul. Hanya saja gagasan ini tak
disertai acuan pengamatan dan pengukuran.
Pada masa
sekarang, Bangsa Ionia terus dikenang dengan warisan tak lekang sepanjang
zaman. Sayang, pada masa mereka, juga terdapat masyarakat serupa. Masyarakat
yang getol unjuk peran dengan masing-masing budaya yang berbeda bahkan
berlawanan.
Karya Ionia
banyak disukai hingga bisa kuat memengaruhi sampai kini lantaran pandangan mereka
terlihat tidak memberi tempat pada gagasan ‘kehendak bebas’. Karya mereka tak
perlu melibatkan adanya sosok adialami (supranatular)
yang saat itu dipahami sebagai Tuhan. Kehendak bebas yang tak diberi tempat
membuat bangsa Ionia yakin bahwa sesungguhnya manusia pun tak memiliki kehendak
bebas lantaran disusun oleh benda dasar yang terikat oleh hukum alam.
Dua
gagasan dalam karya mereka inilah yang banyak ditolak hingga sempat mangkrak. Gagasan tak melibatkan peran
Tuhan ditentang keras oleh Epicrus (Ἐπίκουρος) (341-270 SM). Dia menolak dengan
keras pandangan atomisme dengan
alasan bahwa lebih elok mengikuti mitos para dewa ketimbang menjadi ‘budak’ takdir
para ilmuwan alam. Aristotélēs (Aριστοτέλης) (384-322 SM) pun menolak pandangan
atomisme. Dia tak dapat menerima
bahwa manusia disusun atas benda-benda kecil tak berjiwa.
Sayang
memang derap tegap saat itu sempat mangkrak
tak mengalami pengembangan. Sempat ada masa sesudahnya ketika karya dari Ionia
tak dikembangkan dan manusia sudah cukup puas sekedar mendaur ulang bahkan Ionia
pun sempat terlupakan. Seperti karya mereka mengenai alam semesta yang menyebutkan
bahwa Bumi bukanlah pusat jagad raya sempat mangkrak
sangat lama.
Sekitar
dua milenium kemudian karya ini dihidupkan oleh Galileo Galilei. Serupa dengan
nasib karya Ionia yang ditolak, laki kelahiran Pisa, Toscana, 15 Februari 1564 pun
harus mengalami keseharian yang dirisak. Walau kemudian karya ini kembali hidup
dan menjadi ranah kajian sendiri. Stephen William Hawking, yang lahir tepat
tiga abad sesudah Galileo Magnifico
wafat, adalah salah satu pemeran penting
dalam hal ini, meski kisah cintanya melukai hati.
Karya yang
mereka berikan mencerminkan pandangan yang sudah berlaku sejak saat itu. Mereka
memulai pandangan mengenai mengapa
peristiwa alam seperti itu, bukan mengenai bagaimana
peristiwa alam seperti itu. Sayang,
gagasan brilian tak disertai pedoman untuk mengatur cara pengujian gagasan.
Cara
pengujian baru beberapa abad lampau disusun dan dikenal dengan metode ilmiah.
Gagasan yang tak hanya melalui pemikiran walakin hingga disertai perhitungan
pun mudah di-mangkrak-kan ketika
terjadi perbedaan maupun pertentangan.
Mereka
juga belum memberikan batasan jelas antara hukum alam dan hukum sosial. Batasan
yang memberi pembedaan cakupan ini baru mulai diberikan oleh Stoicism,
pesantren ilmuwan yang dibangun oleh Zeno (Ζήνων) sekitar awal abad ketiga SM.
Hanya saja
mereka memasukkan aturan tata krama manusia, misalnya menghormati orangtua, ke
dalam hukum alam. Hal ini lantaran mereka memandang bahwa tata krama berlaku
universal.
Sebaliknya,
serentetan peristiwa fisika dimasukkan dalam wilayah hukum sosial. Hal ini
lantaran mereka memandang proses tersebut butuh pemaksaan walau mereka sebernya
sadar bahwa obyek hukumnya tak berjiwa.
Cukup
menggelitik memang. Bayangkan saja, kalau kita susah meminta manusia membuang
sampah pada tempatnya, bayangkan kita meminta Surya memancarkan kirana seperti kita
saksikan dalam keseharian!
Kebiasaan mengagumkan namun tak berkelanjutan memang
patut disayangkan. Hanya saja bangsa Ionia berhasil menahbiskan diri sebagai
pemula gelora kajian keilmuan. Memiliki catatan sebagai pemula tak akan bisa dipecahkan
oleh siapapun.
Muhammad Jamaluddin (600-673 H) yang lebih dikenal
sebagai Ibn Malik mengungkapkan hal
ini. Dalam pengantar kumpulan 1002 bait berjudul Alfiyyah dia menyebut bahwa karyanya lebih bagus ketimbang kumpulan bait dengan judul serupa
gubahan Ibn Mu’thy. Pernyataan
sejenis demikian kerap kali disebut sebagai sikap arogan. Sulit memang
menyampaikan sesuai kenyataan pada orang yang kurang pengalaman.
Secara teknis Ibn Malik memang tak salah. Pola bait (bahr) yang dipakai dalam gubahannya
sama semuanya, tak seperti gubahan Ibn Mu’thy yang menggunakan dua pola secara
selang-seling. Pembahasannya pun lebih luas dan dalam melalui penyampaian
ringkas. Hanya saja, Ibn Malik mengapresiasi gubahan Ibn Mu’thy dengan
menyebutnya lebih utama lantaran digubah dan dipublikasikan lebih awal.
Keadaan ruang dan waktu pelingkup bangsa Ionia saat itu
menampakkan kebiasaan melakukan pengkajian disertai semangat melakukan
pengajian. Pengkajian dan pengajian adalah dua hal berbeda yang layak
dipadukan. Sebagian orang cenderung menggilai pengajian sembari menganggap
pengkajian adalah pekerjaan sia-sia yang bisa mengikis iman. Kosok bali dengan
sebagian lainnya yang rajin melakukan pengkajian sembari menyebut pengajian
hanyalah pekerjaan sia-sia yang tak akan memberikan kemajuan. Sebagian lainnya
lebih memilih menonton Real Madrid dan Barcelona beradu kekuatan.
Pengkajian dan pengajian memang berbeda. Hanya saja
keduanya bisa saling berpadu tanpa perlu beradu. Pengkajian berasal dari kata
dasar ‘kaji’. Pengkajian dilakukan untuk meneliti beragam hal menggunakan
metode ilmiah untuk memperbaiki keseharian bersama. Sementara pengajian berasal
dari kata dasar ‘aji’. Pengajian dilakukan untuk memperbaiki martabat (jika
dikaitkan dengan interaksi dengan lingkungan) atau derajat (jika dikaitkan
dengan interaksi dengan Sang Pencipta).
Manusia memiliki sisi sebagai makhluk individu (Insan dan Basyar), yang martabat dan derajatnya perlu untuk terus
ditingkatkan. Martabat dan derajat yang tinggi akan memberi kemudahan dalam
mewujudkan misi sosial yang dimiliki. Selain itu, manusia juga memiliki sisi
sebagai makhluk sosial (Naas), yang
berkewajiban ikut serta dalam segala upaya untuk memperbaiki keseharian
bersama. Bangsa
Ionia adalah contoh bagus yang telah memulainya.
B.Km.Wg.050138.50.061015.05:32