CL


— nurani, naluri, mimpi
 
Queen; Brian May; Farrokh Bulsara; Madonna; DEWA19; Linkin Park; 2NE1; Ahmad Dhani; Andra Ramadhan; Mike Shinoda; Britney Spears; Park Bom; CL; Musik; antique; divine; incredible; beyond; insan; basyar; naas; rabbi; rububiyyah; ilah; uluhiyyah; al-du’a; silah; al-mukmin; du’a; doa; Adib Rifqi Setiawan; Adib; Rifqi; Setiawan; RM Adhila; Mazdik; Break Hard; Alobatnic; The Battle-Mate; Alobatnic and The Battle-Mate; Pelantan;
CL saat balita bersama Lee Kijin (ayahnya)
Dilahirkan di Korea oleh orangtua berdarah Korea, Lee Chaerin [이채린] harus rela hidup nomaden mulai di Tsukuba Science City, kemudian Paris, dan kembali ke Seoul. Hal ini memberikan kesempatan untuk mengasah kemampuan beradaptasi dengan perbedaan lingkungan yang memperkaya dan mewarnai pengalamannya.

Walau tak sepenuhnya menghabiskan masa balita hingga remaja di Korea, dia memahami dengan bagus lingkungan Korea ketika kembali ke sana. Lingkungan yang sedang getol-getolnya membangun industri hiburan sebagai cara mereka berbicara pada dunia bahwa mereka bisa berada di atas bangsa dan negara lainnya.

Lingkungan yang demikian menyebabkan banyaknya audisi yang digelar agensi menjadi peristiwa biasa. Para remaja bergerilya memperebutkan kesempatan untuk menggelinjang di ranah hiburan. Bagusnya mereka tak serta merta melunturkan budaya warisan leluhur.

Lingkungan seperti ini diikuti oleh Chaerin yang tak bersikap sok beda dengan melawan arus. Chaerin hanya mengikuti nuraninya, yang ada kalanya tampak mengikuti arus, bisa juga melawan arus, atau membuka arus baru.

Bapaknya, Lee Ki-jin [이기진], adalah sosok penting baginya, termasuk dalam perkenalannya dengan musik. Kijin adalah profesor fisika, penulis, dan ilustrator buku yang sekarang bekerja di Sogang University. Chaerin sangat menghormati bapaknya dan Kijin sangat menyayangi anaknya.

Rasa hormat dan sayang dalam ikatan keduanya membuat Chaerin betah di rumah. Chaerin selalu berwajah cerah dan ceria ketika di rumah bersama keluarga. Hal ini memang membahagikan, walakin juga mencemaskan. Kijin khawatir kalau Chaerin hanya bisa bahagia di rumah sehingga dia ragu perjalanan anaknya ini ketika masuk bangku sekolah.

Kekhawatiran Kijin diperkuat dengan tingkah Chaerin saat hendak masuk taman kanak-kanak (TK). Saat itu Chaerin belum bisa bercakap menggunakan bahasa Jepang, lingkungan yang ditinggali mereka saat itu. Lebih mengkhawatirkan lagi, pada hari pertama masuk TK, Chaerin terlihat sangat tegang.

Saat itu, puan yang kini dikenal pemberani ini memang gugup dengan memegang erat tangan bapaknya sebagai bentuk tak mau ditinggal. Padahal letak TK tempat Chaerin disekolahkan tak jauh dari rumah mereka. Belakangan kecemasan Kijin segera sirna sesudah menyaksikan keadaan Chaerin yang menikmati lingkungan sekolah.

Kijin belakangan lega menyaksikan putri cantiknya ini senang membawa tas dan rajin bertanya banyak hal terkait bahasa Jepang. Ada semangat ingin membaur dengan lingkungan bersama liyan yang ditampakkan Chaerin. Oleh teman-temannya, Chaerin dikenal sebagai ‘pemburu’ teman alih-alih ‘penunggu’. Dia tak malu-malu mendekati orang lain untuk diajak bermain bersamanya. Walau sudah menikmati keseharian dengan lingkungan barunya, Chaerin masih menikmati keseharian di rumah.

Ketika di rumah, Chaerin biasa bermain dengan adiknya, Lee Ha-rin [이하린]. Kepada dua putrinya ini, Kijin mengajarkan cara menulis dan membaca aksara Hangul, salah satunya dengan memperlihatkan buku bergambar. Kijin juga mengajari mereka menyusun buku cerita dengan memberikan kertas kosong, menaruh pena, dan menyuruh mereka menuliskan cerita.

Chaerin dan Harin rajin meminta cerita sebelum tidur. Bahkan setelah matanya tertutup dan ceritanya selesai suara mereka untuk meminta cerita lagi tetap terdengar. Kebiasaan ini dimanfaatkan Kijin dengan menyuruh dua putri cantiknya menulis pengembangan terkait cerita yang mereka terima.

Kreativitas Chaerin digali sedari dini oleh Kijin. Di tengah kesibukan dengan beragam penelitian dan pekerjaan yang harus diselesaikan, Kijin selalu menyempatkan waktu bersama keluarganya. Bercengkerama sejenak, sekedar bertanya kabar keseharian mereka, hingga menyempatkan waktu mendidik mereka secara langsung untuk memperkaya dan memberi warna beda.

Kreatifitas Chaerin dalam menulis sempat membuat Kijin kewalahan menghadapi putrinya yang masih anak-anak ini. Chaerin tak sekedar mengembangkan cerita yang diterimanya, dia juga sudah bisa mengarang cerita baru. Kijin memanfaatkan potensi ini untuk melibatkan dirinya berkompetisi dengan buah hati. Kijin mengenang saat dia mengarang cerita berjudul Headbutt Kkak Kka yang disebutnya tak masuk akal. Walau demikian dia senang bisa menanami daya imajinasi putri cantiknya ini.

Kijin termasuk salah seorang yang meyakini bahwa musik adalah piranti jitu untuk membantu mengasah kreatifitas. Hal ini diperkuat dengan selera musiknya yang bagus. Musik-musik bergizi seperti dari Queen, Madonna, Lauryn Hill, maupun Lil Kim adalah sajian keseharian Chaerin. Chaerin mengaku sangat mengagumi, terpengaruh, dan terinspirasi dari sajian keseharian sedari dini ini. Hingga dia bermimpi bisa menjadi immortal woman laiknya Madonna melalui karya sehebat Queen dengan gaya Lil’ Kim dan Lauryn Hill.

Saat kelas 6, Chaerin mulai jatuh cinta pada dunia tari. Dirinya mulai belajar trian jazz lalu menekuni cara berunjuk rasa melalui kelihaian memainkan lekuk tubuh ini dengan ikut berlatih di salah satu sanggar di Hongdae. Dalam dunia tari pun Chaerin tak puas menjadi orang yang memainkan tarian susunan liyan. Dengan percaya diri dia menyusun koreografi yang dimainkan dan direkam sendiri. Sebagian orang mungkin menertawakan sikap seperti ini, sebagian lagi mengapresiasi. Keberanian berekspresi penting ditanamkan sejak dini lantaran bisa melatihkan tenggang rasa dan toleransi.

Kijin juga menanami kemampuan dalam menggambar. Chaerin merasa masa kecilnya berlangsung menakjubkan, salah satunya adalah dia merasakan sentuhan langsung kasih sayang dari sang bapak. Kebolehan unjuk rasa menggunakan bentuk rupa pun dipakai Chaerin untuk mengekspresikan rasanya sesudah menikmati kebersamaan hangat dengan sang bapak ketika keduanya menikmati masa-masa hidup bersama di Paris.

Chaerin hidup di Paris sejak usia 13 tahun. Sesudah menghabiskan dua tahun di sana, mereka bersiap untuk balik ke tanah leluhur di Korea. Di tengah persiapan ini, Chaerin menghabiskan waktu bersama bapaknya dengan melakukan hal biasa walakin kesannya sanggup merasuk sukma.

Dua pribadi yang lekat inipun menikmati jalannya waktu dengan duduk di lantai museum sambil menggambar, diselingi makan sup bawang ketika perut lapar. Bagi dua sosok yang terikat dengan cinta dan saat mereka tak bisa selalu bersama, hal seperti ini memberikan rasa yang mengakar kuat. Rindu yang dipendam akan menemui suasana dan saat tepat hingga pelepasannya menghantam sukma terdalam.

Tahun 2005, ketika mereka kembali ke the sweetest place for them Korea selatan, Chaerin mulai tertarik dengan panggung industri hiburan. Chaerin memulai dengan mengikuti audisi di JYP Entertainment, agensi asuhan Park Jin-young [박진영]. Sayang, walau sempat diterima, dirinya hanya sejenak saja ikut berlatih di sana.

Setelah dilepas begitu saja oleh JYP Entertainment, Chaerin dengan percaya diri mengikuti battle untuk bergabung dengan agensi besar lainnya di Korea, YG Entertainment. Di tempat asuhan Yang Hyun-suk [양현석] inilah talenta istimewa Chaerin terwadahi dan terus tergali.

Chaerin tak mau setengah-setengah dalam memainkan Bicycle Race yang dilakoninya. Setelah bergabung dengan YG Entertainment, pilihannya untuk menggelinjang di industri hiburan membuatnya memilih melepaskan bangku sekolah. Bapaknya, Kijin, memberikan dukungan penuh pada putrinya ini. Dia tak memaksa putrinya menikam jejaknya sebagai buruh intelektual di Sogang University.

Kijin mengenang Brian Harold May, gitaris Queen sekaligus astrophysicist, sempat meninggalkan bangku kuliah doktoralnya ketika Queen mulai meraja. Dia memberi apresiasi pada putrinya lantaran mampu menemukan sesuatu yang dicintai di usia yang masih muda. Hingga terus mendorong Chaerin untuk menekuni pilihannya sembari memberikan tawaran peluang kalau gagal. Sang Bapak menyatakan pada Chaerin bahwa jika Chaerin gagal, dia bisa membuka toko baju.

Bagi Chaerin, musik memiliki kemampuan melintas batas ruang dan waktu. Dia meyakini sepenuhnya bahwa musik tetap bisa dinikmati walau tanpa memiliki pemahaman terhadap bahasa lirik yang menyertainya. Hal ini membuatnya tak ragu melantunkan kata-kata Korea untuk menyapa dunia. Farrokh Bulsara Queen menginspirasinya dalam melakoni sisi sebagai penghibur.

Sementara penghibur yang dikenal dengan nama Freddie Mercury itu memiliki gaya yang terkesan extravert, secara pribadi laki bergenetik Persia ini memiliki kepribadian introvert. Chaerin meniru langkah ini dengan terlihat sangat garang ketika menjadi CL, walakin dirinya penuh kasih sayang ketika menjadi Chaerin. Peniruan adalah wujud pujian abadi paling dalam.

B.Sn.Wg.231249.37.250916.22:13