— nurani, naluri, mimpi
Dilahirkan di
Korea oleh orangtua berdarah Korea, Lee Chaerin [이채린]
harus rela hidup nomaden mulai di
Tsukuba Science City, kemudian Paris, dan kembali ke Seoul. Hal ini memberikan
kesempatan untuk mengasah kemampuan beradaptasi dengan perbedaan lingkungan
yang memperkaya dan mewarnai pengalamannya.
Walau tak
sepenuhnya menghabiskan masa balita hingga remaja di Korea, dia memahami dengan
bagus lingkungan Korea ketika kembali ke sana. Lingkungan yang sedang
getol-getolnya membangun industri hiburan sebagai cara mereka berbicara pada
dunia bahwa mereka bisa berada di atas bangsa dan negara lainnya.
Lingkungan
yang demikian menyebabkan banyaknya audisi yang digelar agensi menjadi
peristiwa biasa. Para remaja bergerilya memperebutkan kesempatan untuk
menggelinjang di ranah hiburan. Bagusnya mereka tak serta merta melunturkan
budaya warisan leluhur.
Lingkungan
seperti ini diikuti oleh Chaerin yang tak bersikap sok beda dengan melawan
arus. Chaerin hanya mengikuti nuraninya, yang ada kalanya tampak mengikuti
arus, bisa juga melawan arus, atau membuka arus baru.
Bapaknya, Lee
Ki-jin [이기진], adalah sosok penting baginya,
termasuk dalam perkenalannya dengan musik. Kijin adalah profesor fisika,
penulis, dan ilustrator buku yang sekarang bekerja di Sogang University.
Chaerin sangat menghormati bapaknya dan Kijin sangat menyayangi anaknya.
Rasa hormat
dan sayang dalam ikatan keduanya membuat Chaerin betah di rumah. Chaerin selalu
berwajah cerah dan ceria ketika di rumah bersama keluarga. Hal ini memang
membahagikan, walakin juga mencemaskan. Kijin khawatir kalau Chaerin hanya bisa
bahagia di rumah sehingga dia ragu perjalanan anaknya ini ketika masuk bangku
sekolah.
Kekhawatiran
Kijin diperkuat dengan tingkah Chaerin saat hendak masuk taman kanak-kanak
(TK). Saat itu Chaerin belum bisa bercakap menggunakan bahasa Jepang,
lingkungan yang ditinggali mereka saat itu. Lebih mengkhawatirkan lagi, pada
hari pertama masuk TK, Chaerin terlihat sangat tegang.
Saat itu,
puan yang kini dikenal pemberani ini memang gugup dengan memegang erat tangan
bapaknya sebagai bentuk tak mau ditinggal. Padahal letak TK tempat Chaerin
disekolahkan tak jauh dari rumah mereka. Belakangan kecemasan Kijin segera
sirna sesudah menyaksikan keadaan Chaerin yang menikmati lingkungan sekolah.
Kijin
belakangan lega menyaksikan putri cantiknya ini senang membawa tas dan rajin
bertanya banyak hal terkait bahasa Jepang. Ada semangat ingin membaur dengan
lingkungan bersama liyan yang
ditampakkan Chaerin. Oleh teman-temannya, Chaerin dikenal sebagai ‘pemburu’
teman alih-alih ‘penunggu’. Dia tak malu-malu mendekati orang lain untuk diajak
bermain bersamanya. Walau sudah menikmati keseharian dengan lingkungan barunya,
Chaerin masih menikmati keseharian di rumah.
Ketika di
rumah, Chaerin biasa bermain dengan adiknya, Lee Ha-rin [이하린].
Kepada dua putrinya ini, Kijin mengajarkan cara menulis dan membaca aksara
Hangul, salah satunya dengan memperlihatkan buku bergambar. Kijin juga
mengajari mereka menyusun buku cerita dengan memberikan kertas kosong, menaruh
pena, dan menyuruh mereka menuliskan cerita.
Chaerin dan
Harin rajin meminta cerita sebelum tidur. Bahkan setelah matanya tertutup dan
ceritanya selesai suara mereka untuk meminta cerita lagi tetap terdengar.
Kebiasaan ini dimanfaatkan Kijin dengan menyuruh dua putri cantiknya menulis
pengembangan terkait cerita yang mereka terima.
Kreativitas
Chaerin digali sedari dini oleh Kijin. Di tengah kesibukan dengan beragam
penelitian dan pekerjaan yang harus diselesaikan, Kijin selalu menyempatkan
waktu bersama keluarganya. Bercengkerama sejenak, sekedar bertanya kabar
keseharian mereka, hingga menyempatkan waktu mendidik mereka secara langsung
untuk memperkaya dan memberi warna beda.
Kreatifitas
Chaerin dalam menulis sempat membuat Kijin kewalahan menghadapi putrinya yang
masih anak-anak ini. Chaerin tak sekedar mengembangkan cerita yang diterimanya,
dia juga sudah bisa mengarang cerita baru. Kijin memanfaatkan potensi ini untuk
melibatkan dirinya berkompetisi dengan buah hati. Kijin mengenang saat dia
mengarang cerita berjudul Headbutt Kkak
Kka yang disebutnya tak masuk akal. Walau demikian dia senang bisa menanami
daya imajinasi putri cantiknya ini.
Kijin
termasuk salah seorang yang meyakini bahwa musik adalah piranti jitu untuk
membantu mengasah kreatifitas. Hal ini diperkuat dengan selera musiknya yang
bagus. Musik-musik bergizi seperti dari Queen, Madonna, Lauryn Hill, maupun Lil
Kim adalah sajian keseharian Chaerin. Chaerin mengaku sangat mengagumi,
terpengaruh, dan terinspirasi dari sajian keseharian sedari dini ini. Hingga
dia bermimpi bisa menjadi immortal woman
laiknya Madonna melalui karya sehebat Queen dengan gaya Lil’ Kim dan Lauryn
Hill.
Saat kelas 6,
Chaerin mulai jatuh cinta pada dunia tari. Dirinya mulai belajar trian jazz lalu menekuni cara berunjuk rasa
melalui kelihaian memainkan lekuk tubuh ini dengan ikut berlatih di salah satu
sanggar di Hongdae. Dalam dunia tari pun Chaerin tak puas menjadi orang yang
memainkan tarian susunan liyan.
Dengan percaya diri dia menyusun koreografi yang dimainkan dan direkam sendiri.
Sebagian orang mungkin menertawakan sikap seperti ini, sebagian lagi
mengapresiasi. Keberanian berekspresi penting ditanamkan sejak dini lantaran
bisa melatihkan tenggang rasa dan toleransi.
Kijin juga
menanami kemampuan dalam menggambar. Chaerin merasa masa kecilnya berlangsung
menakjubkan, salah satunya adalah dia merasakan sentuhan langsung kasih sayang
dari sang bapak. Kebolehan unjuk rasa menggunakan bentuk rupa pun dipakai
Chaerin untuk mengekspresikan rasanya sesudah menikmati kebersamaan hangat
dengan sang bapak ketika keduanya menikmati masa-masa hidup bersama di Paris.
Chaerin hidup
di Paris sejak usia 13 tahun. Sesudah menghabiskan dua tahun di sana, mereka
bersiap untuk balik ke tanah leluhur di Korea. Di tengah persiapan ini, Chaerin
menghabiskan waktu bersama bapaknya dengan melakukan hal biasa walakin kesannya
sanggup merasuk sukma.
Dua pribadi
yang lekat inipun menikmati jalannya waktu dengan duduk di lantai museum sambil
menggambar, diselingi makan sup bawang ketika perut lapar. Bagi dua sosok yang
terikat dengan cinta dan saat mereka tak bisa selalu bersama, hal seperti ini
memberikan rasa yang mengakar kuat. Rindu yang dipendam akan menemui suasana
dan saat tepat hingga pelepasannya menghantam sukma terdalam.
Tahun 2005,
ketika mereka kembali ke the sweetest
place for them Korea selatan, Chaerin mulai tertarik dengan panggung
industri hiburan. Chaerin memulai dengan mengikuti audisi di JYP Entertainment,
agensi asuhan Park Jin-young [박진영].
Sayang, walau sempat diterima, dirinya hanya sejenak saja ikut berlatih di
sana.
Setelah
dilepas begitu saja oleh JYP Entertainment, Chaerin dengan percaya diri
mengikuti battle untuk bergabung
dengan agensi besar lainnya di Korea, YG Entertainment. Di tempat asuhan Yang
Hyun-suk [양현석]
inilah talenta istimewa Chaerin terwadahi dan terus tergali.
Chaerin tak
mau setengah-setengah dalam memainkan Bicycle
Race yang dilakoninya. Setelah bergabung dengan YG Entertainment,
pilihannya untuk menggelinjang di industri hiburan membuatnya memilih
melepaskan bangku sekolah. Bapaknya, Kijin, memberikan dukungan penuh pada
putrinya ini. Dia tak memaksa putrinya menikam jejaknya sebagai buruh
intelektual di Sogang University.
Kijin
mengenang Brian Harold May, gitaris Queen sekaligus astrophysicist, sempat meninggalkan bangku kuliah doktoralnya
ketika Queen mulai meraja. Dia memberi apresiasi pada putrinya lantaran mampu
menemukan sesuatu yang dicintai di usia yang masih muda. Hingga terus mendorong
Chaerin untuk menekuni pilihannya sembari memberikan tawaran peluang kalau
gagal. Sang Bapak menyatakan pada Chaerin bahwa jika Chaerin gagal, dia bisa
membuka toko baju.
Bagi Chaerin,
musik memiliki kemampuan melintas batas ruang dan waktu. Dia meyakini
sepenuhnya bahwa musik tetap bisa dinikmati walau tanpa memiliki pemahaman
terhadap bahasa lirik yang menyertainya. Hal ini membuatnya tak ragu
melantunkan kata-kata Korea untuk menyapa dunia. Farrokh Bulsara Queen
menginspirasinya dalam melakoni sisi sebagai penghibur.
Sementara
penghibur yang dikenal dengan nama Freddie Mercury itu memiliki gaya yang
terkesan extravert, secara pribadi
laki bergenetik Persia ini memiliki kepribadian introvert. Chaerin meniru langkah ini dengan terlihat sangat garang
ketika menjadi CL, walakin dirinya penuh kasih sayang ketika menjadi Chaerin.
Peniruan adalah wujud pujian abadi paling dalam.
B.Sn.Wg.231249.37.250916.22:13