— watak keras tegap mengendap dalam benak
Zlatan
Ibrahimović memiliki perilaku mudah meledak. Terlebih ketika laki kelahiran 03
Oktober 1980 ini menyaksikan perbuatan melawan nurani dan merendahkan muruah,
jiwanya mudah memberontak. Wajar saja. Dia memang berkepribadian keras dan
tumbuh berkembang di lingkungan yang keras. Dia hidup di Rosengård, wilayah di
Malmö.
Rosengård
saat Zlatan masih kecil menjadi pemukiman seperti Yatsrib pada satu zaman:
perpaduan penduduk berdarah pribumi serta pendatang. Banyak pendatang bermukim
di sana dari ragam macam tempat dengan berbagai latar belakang. Orang berdarah
Somalia, Turki, Balkan, Polandia, dan negara lainnya.
Kemarahan
yang dipicu oleh hal sepele adalah hal wajar dalam lingkungan sejenis demikian.
Tidak semua basyar dan insan bisa turut serta menjadi naas. Tak seluruh manusia secara
individu bisa larut dalam rasa sama dengan manusia lainnya menjadi komunitas
yang padu. Wajar juga jika tak mudah tinggal di lingkungan semacam itu.
Lingkungan
pemukiman tersebut diperkuat tata ruang tempat tinggal penduduk yang dihuni
keluarga Zlatan. Dia tinggal di lantai empat sebuah rumah susun (kalau bagus
biasanya disebut apartemen) di jalan Cronmans, Rosengård. Saling menyapa antar
tetangga menjadi peristiwa langka pada tata ruang tempat tinggal seperti ini.
Apalagi saat setiap penghuni memiliki kesibukan memeras segala daya dan upaya
untuk bertahan dalam keseharian. Suasana ceria dalam nuansa rasa sama pun sulit
dibangun bersama.
Hal tersebut
membuat Zlatan sering sendiri dalam kesendirian. Tak ada orang tua dan dewasa
yang memiliki waktu untuk terlibat obrolan dengannya alih-alih membantu
mengerjakan tugas dari sekolah. Tak ada orang yang meluangkan waktunya untuk
sekedar bertegur sapa dengan Zlatan. Tak ada waktu luang untuk berbagi keluh
dan kesah saat masing-masing orang menjadikan rumah sebagai tempat pelepas
peluh dan lelah. Sebagai rumah untuk kembali, tempat tinggal tersebut lebih
tepat disebut house alih-alih home.
Zlatan tak
bisa bersikap manja dengan merengek pada seseorang saat didera masalah. Dia
harus senantiasa waspada dengan kekacauan yang mudah terjadi, mulai dari
keributan, perkelahian, hingga sekedar pukulan. Dia tak sempat merasakan banyak
perhatian bahkan saat dirinya memang sedang membutuhkan perhatian. Perhatian
adalah hal sepele bagi orangtua dan orang tua yang bisa memberi dampak luar
biasa pada anak. Melalui perhatian yang diberikan, anak merasa keberadaannya
bermakna bagi manusia lainnya, setidaknya ada suntikan rasa seperti itu. Itulah
mengapa orangtua ada gunanya, seperti itulah mengapa tetangga ada manfaatnya.
Satu saat
Zlatan pernah jatuh dari atap di taman kanak-kanak hingga matanya lebam.
Selayaknya anak-anak ketika badan merasa kesakitan, Zlatan menangis sembari
lari ke rumah mengharapkan elusan halus di kepalanya, atau setidaknya dihibur
dengan petuah bijak walau terasa sebagai klise. Malang baginya, justru tamparan
yang harus didapatnya. Bukan sekedar sikap kasar, Zlatan juga merasakan sikap
kejam melalui ungkapan yang dihunjamkan. Pengalaman berharga ini membuatnya
kerap didera lara melalui trauma terhadap perjalanannya saat masih belia.
Sebagai
pesepak bola industri, Zlatan dikenal memiliki semangat bekerja keras. Semangat
bekerja keras diteladani dari kedua orangtua. Ibunya, Jurka Gravić, adalah
buruh cuci dengan semangat berapi-api untuk berjuang mendapatkan uang. Terlebih
setelah ibunya bercerai dengan bapaknya yang bekerja sebagai tukang, Šefik
Ibrahimović, saat usia Zlatan belum genap dua tahun. Zlatan tak hendak mengenang
setitik perih mendewasakan itu. Walau demikian, dia berusaha menghadapi setitik
perih itu dengan senyuman sebagai ketetapan tatanan Pelantan.
Zlatan
berusaha menghibur diri dengan mengambil hikmah bahwa perceraian orangtuanya
adalah keputusan terbaik untuk semua: keluarga, rumah tangga, ibu, bapak, anak
mereka berdua, serta tetangga juga barangkali. Tersiar kabar pada Zlatan bahwa
pernikahan Jurka dan Šefik tidak berlangsung dengan baik. Pertengkaran dalam
kebersamaan berbingkai pernikahan tak lagi bisa dihindarkan. Perpisahan pun
menjadi keputusan yang perlu dihadapi dengan gemibira, setidaknya menganggap
sebagai jalan terbaik.
Setelah
perceraian itu terjadi kedua anak Jurka dan Šefik tinggal bersama ibunya. Hal
ini wajar jika melihat tak ada tindakan cemar dilakukan oleh Jurka selain tak
bisa menghindari pertengkan dengan Šefik. Kecenderungan anak ketika orangtuanya
bercerai adalah ikut bersama ibu, kecuali jika memang ibunya bermasalah semisal
melakukan perbuatan cemar merendahkan muruah. Wajar juga jika Zlatan dan Selena
(saudara kandungnya) tetap merasakan rindu merindu pada bapak, meski mereka
lebih rindu keharmonisan keduanya.
Semangat
bekerja keras ibunya disaksikan Zlatan dengan kentara. Jurka menjalani
keseharian dengan mencuci hingga empat belas jam setiap hari. Kadang Zlatan dan
Selena dibawa ikutserta membantu meringankan beban pekerjaan. Biasa berpeluh
lelah setiap hari membuat waktu sang ibu untuk membelai anak terkurangi. Hal
ini memberi pondasi sikap pengertian pada dua buah hati.
Zlatan
mengerti bahwa keseharian keras yang dilakoni memaksa mereka bersikap keras.
Zlatan memahami bahwa sedikitnya waktu yang diberikan ibu untuk membelainya dan
Selena adalah dampak dari keterpaksaan. Ibu terpaksa mengurangi waktunya demi
mempertahankan Zlatan dan Selena untuk terus dapat bertahan menjalani keseharian
selanjutnya.
Waktu yang
sedikit tak mengikis rasa cinta antara Zlatan dan Jurka yang terus berpadu
manis. Bahkan rasa cinta mereka tak terkikis walau perbincangan di rumah tampak
sadis. Zlatan ditumbuhkembangkan dengan perbincangan seperti, “Hei tolol,
ambilkan susu!” alih-alih sejenis, “Sayang, bisakah kau ambilkan susu buat
ibu?”.
Zlatan juga
sudah akrab dengan pukulan benda keras di badannya. Pukulan pada anak memang
perbuatan keras, namun tak bisa disebut kejam. Keras dan kejam adalah dua hal
tak berkelindan yang tak layak disamakan. Keras tak selalu kejam dan kejam tak
melulu keras. Orang yang meludahi wajah orang lain tak bisa disebut keras namun
hal ini sangatlah kejam. Hal ini dipahami Zlatan semenjak belia hingga rasa
cinta pada ibunya tak pernah terkikis. Dia pun kemudian bisa mementaskan sikap
keras yang tak kejam.
Sanela
adalah orang yang sering terlibat dengan Zlatan dalam berbagi keluh kesah
bersama. Sanela merupakan satu-satunya saudara Zlatan dari Jurka dan Šefik.
Sanela seorang puan yang lebih tua dua tahun darinya. Kecenderungan puan yang
lebih cepat mencapai kematangan ketimbang laki diperkuat keadaan lingkungan
mewarnai keseharian membuat Sanela menjadi puan matang sejak dini.
Bagi Zlatan,
Sanela adalah orang yang mengalami percepatan kematangan. Sanela sudah dewasa
pada usia yang wajar jika belum bisa dewasa. Sebagai anak sulung, Sanela dengan
sendirinya berperan sebagai orangtua ekstra untuk Zlatan. Dia lebih dari seorang
kakak kandung. Sanela selalu berusaha berbagai waktu sebagai sahabat dengan
adiknya, menjaga mereka layaknya seorang bapak, sembari menjalani keseharian di
rumah seperihalnya ibu.
Sanela
berbakat dalam olahraga lari. Segala hal yang mudah dilakukan seseorang namun
dirasa sulit bagi orang lain adalah bakat. Sanela merasakan kemudahan saat
berlari cepat mengungguli rekan seumuran. Kakak yang dicintai Zlatan ini
memiliki catatan menawan sebagai pelari tercepat di Skane untuk anak seusianya.
Sanela tekun berlatih dalam olahraga lari. Hanya saja setelah satu masalah
mewujud lara didera Sanela, mendadak puan keras ini menjadi pendiam. Sanela
berusaha diam dalam kelam yang dialaminya untuk bertahan menahan riak sesak
agar tak tumpah dalam tangis kesedihan.
Perjumpaan
nyaris rutin dengan bapak di akhir pekan menjadi katup pelepas rindu Zlatan dan
Sanela pada Šefik. Satu kesenangan menggembirakan dilakukan dengan menghabiskan
waktu bersama. Jalan-jalan sambil menikmati hamburger dan es krim di
Pildammsparken atau ke Linmhamn, dua tempat Malmö, misalnya. Sebagai bentuk
rasa sayang pada sang anak, Šefik kadang memberikan uang pada mereka untuk
membeli pizza atau minuman berkarbonasi.
Pernah
sekali Šefik membelanjakan banyak uangnya untuk membelikan sepasang Nike Air
Max yang diberikan pada Zlatan dan Selena. Harga sepatu ini sekitar seribu
Krona pada waktu itu. Selain terbilang mahal, sepatu ini juga menjadi dambaan
banyak orang. Tentu sepatu warna hijau yang diberikan pada Zlatan dan warna
merah jambu untuk Sanela menjadi barang mewah bagi mereka. Sepasang sepatu yang
menjadi dambaan namun tak dimiliki anak-anak lain di Rosengård. Satu hadiah
mewah yang memberi rasa gembira pada Zlatan dan Sanela. Rasa gembira untuk
sekedar melupakan setitik lara yang didera mereka berdua.
Setitik lara
kembali didera mereka berdua saat musim dingin 1990 tiba. Pergolakan di rumah
ibunya terjadi tanpa pernah diduga. Beberapa peristiwa tak mengenakkan perasaan
terjadi. Salah satunya adalah ibunya ditangkap petugas keamanan lingkungan
karena menyimpan barang curian. Barang tersebut adalah sebuah kalung pemberian
teman Jurka. Teman Jurka yang menyadari pembawa barang tersebut dicari polisi
segera melemparkan kesalahan pada Jurka. Malang bagi Jurka. Polisi menemukan
kalung itu sesudah dia terima. Alhasil, Jurka pun disergap dan terpaksa
beberapa waktu meninggalkan anaknya dari rumah.
Sanela yang
mulai memasuki usia remaja menangis karena hal ini. Dia berusaha untuk
menenangkan diri sendiri. Zlatan pun demikian. Keduanya saling menghindar
sejenak. Bukan karena terlibat pertikaian melainkan masing-masing hanya ingin
menenangkan diri sendirian. Zlatan lalu menemukan kegembiraan sebagai pelarian
rasa lara yang didera: sepak bola. Zlatan mulai gembira ketika bermain sepak
bola. Belum terbesit dalam angannya bahwa sepak bola adalah jalan menjanjikan,
bukan pelipur lara semata.
Saat itu
jiwa Zlatan sedang mudah meledak-ledak dan bermain sepak bola adalah penyalur
ledakan jiwa yang dipilihnya. Kegembiraan dirasakan lebih dari katup pelepas
lara. Perlahan Zlatan merasa bahwa sepak bola adalah jalan yang bisa
ditekuninya. Tampak lebih mahir saat bermain dengan teman-teman membuat Zlatan
merasakan hal ini. Apalagi dia bisa bermain sepak bola semaunya. Mau sendirian,
bersama teman-teman, mau di pekarangan rumah, di taman, di lapangan, atau di
halaman sekolah saat istirahat.
Tak
merentang waktu lama, November 1990, petugas layanan sosial lingkungan
melakukan pemeriksaan terhadap keluarga Zlatan. Hasil pemeriksaan ini
menyimpulkan bahwa lingkungan tempat tinggal ibu tak baik untuk Zlatan dan
Sanela. Bukan karena sikap ibunya dianggap buruk, hanya saja saat itu sedang
terjadi kekacauan di lingkungan tempat tinggal Jurka yang memaksanya kehilangan
hak asuh untuk Zlatan dan Sanela. Kesimpulan pemeriksaan tersebut memang
memutuskan bahwa hak asuh Zlatan dan Sanela dialihkan pada Šefik.
Tentu hal
itu memberi rasa kecewa mendalam pada Jurka. Semacam rasa sedih kehilangan yang
ditanggapinya dengan kucuran air mata. Zlatan pun demikian. Walau saat bersama
ibunya Zlatan merasakan sikap keras didera, dia mencintai ibunya. Zlatan
memahami rasa cinta dari ibunya, kesulitan yang dihadapi, dan lingkungan yang
memaksa mereka tak selalu bisa bersama dalam suasana santai.
Šefik
sendiri tak hendak memisahkan Zlatan dan Sanela dari Jurka. Sebagai bapak, dia
hanya ingin berusaha menyelamatkan masa depan anaknya sembari memberi waktu
pada ibunya anak-anak untuk memperbaiki keadaan agar keseharian yang dijalani
lebih layak. Hal itu tampak pada cara Šefik menindaklanjuti keputusan petugas
layanan sosial lingkungan itu. Šefik tak serta merta membawa Zlatan dan Sanela
sekaligus.
Selama
beberapa pekan, hanya Sanela yang tinggal bersamanya, sementara Zlatan
menjalani keseharian bersama Jurka. Walau begitu, ini bukan jalan keluar yang
bagus. Zlatan malah tambah merasa kesepian. Kalau sebelumnya dia hanya
merindukan bapak, kini rasa rindu itu diserta rindu pada kakak. Rasa sama juga
dari Sanela, yang terus merindukan Zlatan dan Jurka.
Maret 1991,
keduanya bertukar pengalaman. Kini Sanela tinggal dengan ibu dan Zlatan dengan
bapak. Hal ini bukan saja sebagai langkah yang diambil orangtua mereka, juga
didukung dengan keputusan petugas layanan sosial lingkungan. Keputusan tersebut
menyebutkan bahwa hak asuh Sanela dimiliki Jurka dan Šefik mendapatkan hak asuh
untuk Zlatan.
Sanela dan
Zlatan tetap tinggal terpisah dalam ruang meski tak pernah hilang dari rasa
sayang. Namun mereka kini sekarang terpisah dalam rentang jarak yang lebih
dekat. Šefik memutuskan pindah ke pemukiman yang tak jauh dari Jurka. Šefik,
bagi Zlatan, adalah sosok berhati lapang yang bahkan siap mati demi
anak-anaknya. Wajar jika Šefik rela pindah agar Sanela dan Zlatan tak pernah
merasa berpisah, setidaknya tetap tinggal berdekatan.
Sanela
sendiri kemudian bekerja sebagai penata rambut. Pengalaman keras saat masih
anak-anak membuat Sanela tumbuh sebagai puan tangguh. Sanela kukuh emosi dan
penuh empati. Pengalaman yang dilalui tak mudah memberinya hikmah agar terus
dapat melawan badai sepanjang menggelinjang. Kakak yang hebat ini kerap
disamakan dengan adiknya, baik fisiknya maupun sikapnya. Hanya saja Zlatan
selalu keberatan lantaran merasa mbeling
sementara kakaknya jauh dari sikap seperti ini.
Zlatan yang
mulai menjalani keseharian dengan Šefik segera menyadari bahwa dia tak
diperkenankan membawa teman bermain ke rumah. Zlatan menurutinya hingga saat
ada teman mengajak bermain di rumahnya, Dia memilih menghindar dari
teman-teman. Suasana yang sepi di rumah Šefik kosok bali dengan rumah Jurka.
Saat bersama Jurka, Zlatan bebas membawa teman-teman bermain di rumahnya. Malah
keramaian di dalam rumah Jurka bukanlah hal langka.
Hanya saja,
Zlatan memahami dengan baik hal tersebut. Dia memahami kebiasaan mabuk Šefik
bukan hal baik untuk dilihat anak seumuran Zlatan. Kebiasaan mabuk Šefik tetap
tak mengurangi cinta Zlatan pada bapaknya. Baginya, Šefik adalah teladan yang
hebat sebagai seorang bapak. Memang tak selalu ada bagi Zlatan, hanya saja saat
Zlatan membutuhkan, Šefik akan melakukan segala hal. Zlatan malah hanya
merasakan ‘sentuhan fisik’ dari Šefik sekali saja, kosok bali saat dia bersama
Jurka yang kerap dipukul ketika berbuat tak selayaknya.
Bersama
Šefik, Zlatan dididik agar memahami keadaan dan berempati pada liyan. Dari empati terhadap kebiasaan
mabuk Šefik, Zlatan segera memahami satu hal: bapaknya mabuk hanya untuk lari
dari rasa laranya. Zlatan merasakan satu hal kosong yang didera oleh Šefik.
Sebuah lubang menganga yang tak lagi terisi oleh kasih sayang seorang puan.
Satu lubang yang membuatnya selalu merasa kurang. Satu lubang yang membuat
Zlatan sanggup melantan keharmonisan dalam ikatan azam dengan Helena Seger.
B.Sl.Kl.241249.37.260916.20:37