— A Night at the Jerusalem van Java
Kudus mulanya bernama Tajug. Disebut
demikian karena di wilayah ini terdapat banyak Tajug, sebuah bangunan yang menjadi tempat sembahyang warga Hindu. Dengan demikian, wilayah ini sudah memiliki
kemuliaan tertentu hingga dirasa suci bagi warga setempat. Ja’far Shadiq datang
ke wilayah ini tanpa menyirnakan kemuliaan tempat ini dengan pengubahan nama
yang selaras makna sebelumnya, Kudus. Kata ‘Kudus’
diadopsi dari bahasa Arab yang bermakna suci (القُدس).
Cikal bakal pengubahan nama bermula
saat Ja’far Shadiq sedang belajar di Jerusalem (Ibrani: יְרוּשָׁלַיִם), Asia
Barat. Kala itu sedang terjadi sebuah bencana yang melanda warga setempat. Ja’far
Shadiq sebagai pemukim setempat merasa perlu ikutserta berusaha menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi seluruh warga. Atas perkenaan Pelantan semesta raya,
dia berhasil menyirnakan bencana yang merisaukan warga. Sebagai tanda terima kasih,
pemimpin Jerusalem memberikan tanah pada Ja’far Shadiq.
Hanya saja pemberian tersebut ditolak
lantaran dia lebih senang kembali ke tanah Jawi
untuk membina masyarakat yang ada di sana. Tanah yang mulanya hendak diberikan
pun diganti dengan piagam batu yang menjadi penanda kepemilikan tanah. Oleh Ja’far
Shadiq, batu tersebut diletakkan di atas mihrab
masjid yang dibangunnya saat memula bicycle
race di Tajug.
Masjid tersebut dinamai Masjid Al-Aqsha, yang kini dikenal sebagai Masjid Menara Kudus. Penulisan Kudus sendiri lantaran menyelaraskan pengucapan lidah warga setempat. Dari peristiwa yang terjadi di perlintasan perubahan penamaan ini, Kudus mendapat semat Jerusalem van Java (City of Peace from Java).
Tugu Identitas Kudus (Kudus Identity Monument Tugu)
|
Masjid tersebut dinamai Masjid Al-Aqsha, yang kini dikenal sebagai Masjid Menara Kudus. Penulisan Kudus sendiri lantaran menyelaraskan pengucapan lidah warga setempat. Dari peristiwa yang terjadi di perlintasan perubahan penamaan ini, Kudus mendapat semat Jerusalem van Java (City of Peace from Java).
B.Sn.Wg.231249.37.260916.13:38