— a light that comes back home
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ فَٱعْفُ عَنْهُمْ وَٱسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى ٱلْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ ۞ [القرآن الكريم سورة آل عمران : ١٥٩]
Manusia
adalah makhluk berperasaan. Rasa bagi manusia menjadi landasan yang kuat.
Ketika ada seseorang yang memiliki satu set
badan lengkap tanpa dapat merasakan rasanya sendiri, apalagi rasa manusia
lainnya, dia seakan robot. Walaupun memiliki kepintaran melebihi kepintaran
para perancang, belum bisa memiliki rasa.
Segala benda
maupun peristiwa yang memberikan manfaat pada rasa manusia pasti berguna bagi
keberlangsungan keseharian ummat
manusia. Rasa kasih sayang misalnya, sanggup membawa kita pada rasa sama hingga
segala yang dilakukan memberikan kegembiraan. Sama-sama merasakan adanya
kesamaan, kesetaraan, maupun keserupaan rasa antara dia sendiri dengan seluruh
ciptaan Pelantan.
Rasa kasih
sayang menahan kita untuk tak melakukan segala hal yang merisak rasa liyan.
Rasa inilah yang dengan lemah lembut menghantam hingga sukma terdalam yang,
ketika sudah tersentuh, bisa membikin segala rasa yang tertuang menjadi
terkenang. Saling mengapresiasi kesamaan sekaligus menghormati ketidaksamaan
berpadu dengan semangat untuk saling memuliakan dan melantan muruah liyan.
Rasa sama
membikin manusia terikat dengan liyan dan lingkungan sehingga segala
yang dilakoni tak merisak nurani. Kosok bali dari rasa beda yang merasa
berbeda, baik rasa lebih tinggi maupun lebih rendah, dari liyan. Rasa
beda rentan memantik gairah pertikaian maupun ketidakpedulian yang membuahkan
perilaku meresahkan.
Tak jarang
dalam beberapa pilihan, manusia merasa memiliki satu kesamaan pilihan antara
dirinya dengan manusia lainnya. Dalam keseharian yang penuh dengan pilihan,
satu kesamaan merupakan satu titik temu jitu untuk menciptakan keharmonisan.
Tak dimungkiri, dalam beberapa hal lainnya memang ada ragam macam
ketidaksamaan. Jika ada satu titik yang mengharmoniskan untuk apa
mempermasalahkan titik-titik lain yang menceraikan?
Sebagai
makhluk berperasaan, berungkap rasa merupakan pementasan yang wajar dilakukan
dalam keseharian. Entah ungkap rasa melalui gambar, rupa, nada, gerakan, tulisan, dsb. dst. termasuk bergeming. Segala
ungkap rasa yang yang bisa menggembirakan rasa ataupun menjadi sarana melepas
rasa lara menimbulkan kekaguman pada pengungkap rasa.
Kekaguman membikin manusia yang dikagumi mewujud sebagai panutan. Semua orang tentu memiliki panutan. Mulai orangtuanya, keluarga, tetangga, sahabat, guru, teman, hingga sosok lainnya termasuk sosok yang dikenal sebagai public figure.
Kekaguman membikin manusia yang dikagumi mewujud sebagai panutan. Semua orang tentu memiliki panutan. Mulai orangtuanya, keluarga, tetangga, sahabat, guru, teman, hingga sosok lainnya termasuk sosok yang dikenal sebagai public figure.
Panutan,
baik seorangan atau sekerumunan, memberi semangat terhadap langkah yang
dijalani dalam melakoni keseharian. Panutan memiliki peran psikis, yang dapat
memengaruhi pandangan (cara, sudut, dan jarak) terhadap sesuatu bahkan bisa
memengaruhi seseorang sepenuhnya.
Seorang
panutan biasanya menjelma sebagai sosok agung bagi pengagumnya. Sosok yang
memiliki daya dorong luar biasa hingga sanggup membawa batin pengagumnya larut
terhadap beberapa perkara. Saking hanyut batin itu sampai pementasan perilaku
keseharian tak bisa dirunut dengan nalar biasa.
Setiap
manusia layak menjadi panutan. Entah manusia tersebut dipandang sebagai sosok
besar karena banyak orang juga mengaguminya atau dipandang sebagai sosok kecil
karena sedikit orang yang mengenalnya. Sepanjang orang menampilkan kesungguhan
dalam menjalani keseharian, pasti ada orang yang menjadikannya sebagai panutan,
meski diam-diam.
Salah satu
sosok yang menjadi panutan tersebut adalah Park Bom [박봄]. Tak ada yang istimewa dari seorang Park Bom. Dia
hanyalah sosok
berperasaan dengan penampilan menawan yang membaur dalam lingkungan seperti
manusia lainnya.
Meski
begitu, Bom tak salah mendapat semat sebagai seorang panutan. Bukankah salah
satu perkara yang membuat persembahan
dari surga Muhammad shallallahu’alaihiwasallam
menjadi panutan terkeren adalah karena dirinya mementaskan keseharian
sepertihalnya manusia biasa?
Perjalanan
Bom merupakan satu sisi tersendiri yang layak dikagumi. Perjalanan yang tak
melulu disertai sikap sok beda dengan melawan arus. Kadang dia woles saja mengikuti arus. Dia hanya
mengikuti nurani, yang ada kalanya tampak mengikuti arus, bisa juga melawan
arus, atau membuka arus baru.
Puan
kelahiran 24 Maret 1984 ini hanya mengikuti nurani tanpa ada pencapaian yang
dicari. Dia mentas tanpa mencari pencapaian namun tak lelah berjuang. Di-reken sukses atau tidak dalam pencapaian
bukan urusan. Kesukesannya adalah tak lelah mengayuh secara terus-menerus.
Mengayuh...
mengayuh... mengayuh perjalanan... saling mengapresiasi kesamaan dan
menghormati ketidaksamaan... “You say God
give me a choice...” seperti lantun Queen dalam Bicycle Race.
Bom tak
lelah terus mengayuh perjalanan untuk menciptakan sejarah baru. Penciptaan
sejarah yang ditata sedemikian ciamik serta diperindah sedemikian apik. Sebagai
pencipta sejarah baru [الخالق], Bom memiliki keagungan laku [المتكبر].
Keagungan bukan untuk menyombongkan diri pada liyan melainkan keagungan untuk mengatasi masalah yang pasti selalu
muncul.
Keagungan
laku yang membuat dirinya tumbuh sebagai sosok agung tanpa pernah mendung. Setiap masalah yang muncul berhasil diatasi.
Semua masalah ada solusinya meski semua solusi itu ada masalahnya juga.
Keberhasilan mengatasi ragam macam permasalahan yang membuat nama Bom dengan
gagah [الجبار] berada dalam jiwa pengagumnya.
Pilar-pilar
ketertaan berhasil dibangun dengan malar oleh keperkasaan [العزيز] puan ini.
Sebagai penata, Bom juga sekaligus terlibat sebagai pengatur [المهيمن].
Pengaturan tatanan yang membuat dirinya mempunyai antisipasi dalam setiap
ketidakstabilan yang dialami hingga tetap woles
saat badai dihadapi.
Pecandu
jagung ini memiliki kelihaian memahami segala kondisi yang sudah diketahui
maupun yang belum diketahui [عالم الغيب والشهادة]. Pemahaman yang menumbuhkan
jiwanya sebagai pengasih [الرحمن] dan penyayang [الرحيم]. Kasih-sayang yang
ditumpahruahkannya tanpa pilih kasih hingga terjalin ikatan dengan lingkungan.
Ikatan yang
membuat Bom mendapat semat sebagai queen
[الملك] tanpa pernah meminta dengan penuturan kata maupun aksara. Bom menjelma
sebagai sosok yang menjalankan sesuatu seperti seharusnya tanpa dilandasi
kecenderungan maupun kepentingan yang melawan nurani liyan [القدوس].
Penjelmaan
yang membuatnya mudah menjadi penebar keselamatan [السلام] hingga sanggup
menjadi pembangun kepercayaan [المؤمن]. Kepercayaan yang membuat bangunan angan
Bom menjadi teratur hingga bisa pulas tidur. “Makan enak dan tidur nyenyak”,
alihbahasa dari “mangan enak turu
kepenak”. Satu prinsip luhur yang diajarkan oleh para leluhur bangsa Jawa.
Park Bom
menjalani keseharian seperti Ali bin Abi Thalib [علي بن أﺑﻲ طالب] dan A'ishah
bint Abi Bakr [عائِشة بنت أبي بكر]. Mereka sama-sama menjadi sosok yang sangat
dicintai oleh sekerumunan dan begitu dibenci oleh sekerumunan lain.
Sebagai
sosok yang dipuja sedemikian rupa oleh sebagian orang [عين الرضا عن كل عيب
كليلة] serta dinista sedemikian rupa oleh selainnya [عين السخط تبدي المساويا],
Bom sanggup membikin manusia saling menyapa satu sama lain lantaran sama-sama
memilirasa sama sebagai manusia.
Rekam jejak
yang patut diapresiasi. Saling menyapa adalah satu cara jitu untuk merawat
titik temu antar sesama. Seperti diungkapkan nama besar sebelum Bom, Master Mister Immortal Commander
Muhammad [محمد] shallallahu'alaihiwasallam
sang kirana pemula semesta, bahwa menyapa adalah senjata manusia beriman
[الدعاء سلاح المؤمن]. Satu pernyataan yang diabadikan oleh Madonna Louise Veronica Ciccone melalui Like a Prayer.
Saling
menyapa membuat manusia bisa mulai terlibat obrolan. Entah obrolan yang
dianggap serius maupun yang dipandang picisan. Obrolan apapun bisa ikut serta
memperkaya ketika pandangan selaras serta memberi warna lain tersendiri saat
pandangan berbeda maupun saling berlawanan. Terlibat obrolan merupakan salah
satu cara untuk tak mem-‘benda’-kan akal.
Sang
Pencipta menganugerahkan akal pada manusia bukan hanya sebagai property
belaka melainkan untuk di-‘pekerja’-kan terus menerus. Wajar jika akal tak
sekalipun muncul sebagai kata benda [اسم] di dalam al-Quran namun berulang kali
muncul dalam bentuk kata kerja [فعل].
Wajar juga
jika perintah belajar dan membangun lingkungan dituturkan dalam bentuk kata
kerja present dan future [الفعل المضارع], bukan kata kerja past
[الفعل الماضي]. Agar tak mangkrak di situ melulu. Supaya bisa terus
bertumbuhkembang.
وَمَا كَانَ
ٱلْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا۟ كَآفَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ
مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا۟
فِى ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُوا۟ قَوْمَهُمْ
إِذَا رَجَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ ۞ [القرآن الكريم سورة
التوبة : ١٢٢]
Puan yang lahir pada hari Sabtu ini mampu bertumbuhkembang sebagai al-insan [الإنسان], al-basyar [البشر], dan an-naas
[الناس] sekaligus. Basyar, insan, dan naas merupakan tiga kata serupa dengan perbedaan kaitan ketika
dituturkan dalam al-Quran.
Basyar dan insan merujuk pada manusia secara
personal. Bedanya kalau basyar
melihat sisi kasat mata sedangkan insan
melihat sisi tak kasat mata. Sementara naas
merujuk pada manusia secara komunal.
Bom terus
menerus mementaskan kesungguhan untuk bisa menjadi manusia seutuhnya. Dia
mengelaborasi perasaannya agar kehadirannya memberi rasa gembira (insan). Dia juga peduli merawat
kepantasan penampilan badan (basyar).
Semua ini dilakukannya dengan kesadaran bahwa sebagai personal dirinya adalah
bagian dari komunal (naas).
Kesungguhan
untuk bisa menjadi manusia seutuhnya juga dilakukan dengan menumbuhkembangkan
kepribadian femininine dan masculinine.
Kepribadian masculinine yang
dipentaskannya dengan perilaku fearless
selaras dengan perilaku kenes pementasan kepribadian femininine yang
dimiliki.
Dua sisi
berlawanan yang ada dalam setiap manusia ini sanggup dipadukan sekaligus dengan
bagus oleh pemilik 32A ini. Kesanggupan memadukan dua sisi berlawanan membentuk
dirinya menjadi sosok queen, bukan
hanya mistress atau goddes saja.
Kesungguhan
melakoni keseharian dengan mementaskan laku seperti itu membuat Bom tak salah
mendapat semat sebagai manusia paripurna. Manusia yang petuahnya pantas di-gugu (memotivasi) dan rekam jejaknya
layak di-tiru (menginspirasi).
Ketika Bom
mapan berdiri di hadapan popularitas, dirinya tetap berusaha untuk bisa menjadi
manusia yang laras. Seorang manusia yang tak hendak menjadikan popularitas
sebagai Tuhan. Seorang manusia yang terus menjadi guru bagi pengagumnya di seluruh penjuru.
Pengagum Bom
merupakan murid-nya, ialah manusia
yang berkehendak terhadap segala yang dipentaskannya. Berkehendak untuk
menirunya maupun mengacuhkan dirinya yang tak pernah lelah mengayuh perjalanan.
Perjalanan
Bom sanggup memotivasi dan menginspirasi untuk selalu berserah pada Allah
[الإسلام]. Salah satu wujud keberserahan adalah selalu rela dengan takdir
terburuk dari Allah.
Kerelaan
pada takdir terburuk dari Allah merupakan upaya menghindari amarah dan tak
kabur dari rasa syukur. Pasalnya amarah
cenderung menggiring mata untuk memandang segala yang nista.
Segala
peristiwa yang dialami harus rela diterima. Segala peristiwa yang dialami
merupakan wujud kekuasaan Ilah [إله] dan kasihsayang Rabbi
[رب]. Ilah dan Rabbi adalah dua kata serupa yang berbeda penekanannya.
Ketika
berkaitan dengan Ilah, penekanannya
terletak pada sisi masculinine. Sementara ketika berkaitan dengan Rabbi, letak penekanan pada sisi femininine.
Wajar jika Rabbi tampak seperti seorang yang sedang menimang bayi
sedangkan Ilah seperti seorang yang berdiri tegak ketika dituliskan
dalam bahasa al-Quran.
Dengan terus
berserah pada Allah, manusia mampu mengendalikan diri bebas dari segala ungkap
rasa yang dialamatkan padanya. Tak melayang dengan pujian sebagai bentuk ungkap
rasa cinta serta tak tumbang oleh cacian yang merupakan bentuk ungkap rasa
benci. Sehingga mampu menjalani keseharian biasa saja menuju Allah (Jawa: ngalah).
Manusia
diciptakan dari Allah dan menuju (Jawa: ngo)
ke Allah (Jawa: Alah). Bukan kembali
karena kembali tak dimungkinkan secara waktu. Dalam waktu, pergerakan tak bisa
dilakukan mundur namun terus maju. Karena posisi awal dan akhirnya sama, maka
tidak terjadi perpindahan. Tidak terjadi perpindahan bukan berarti tidak
menempuh perjalanan.
Pandangan
fisika menuturkan bahwa jarak tempuh sejauh apapun ketika posisi akhir sama
dengan posisi awalnya, dapat disebut tidak terjadi perpindahan. Seluruh ciptaan
Ilahi-Rabbi tak bisa lepas atas pola
mengikuti serta berada dalam batas kelangsungan ‘dari’ ke ‘menuju’ dan
berpuncak membentuk lingkaran [إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ].
Entah
lingkaran itu tersusun atas lurusan-lurusan atau lurusan-lurusan yang membentuk
lingkaran, tak jelas. Sama tak jelasnya dengan segala peristiwa yang dialami.
Tak jelas peristiwa itu memberi rasa suka atau duka karena ukuran suka dan duka
tergantung suasana yang sedang dirasa. Yang jelas, segala peristiwa harus rela
diterima.
Dengan rela
menerima segala penataan pagelaran Pelantan [رَاضِيَةً], sembah rasa cinta pada
Ilahi-Rabbi bisa terus menggelora. Gelora sembah rasa yang membuat
manusia tak lelah menyapa Allah agar dianugerahi setitik Cinta dari-Nya
[مَرْضِيَّةً].
Setitik
Cinta yang bisa menjadikan makhluk berperasaan berjumpa Pencipta dengan sapaan
mesra:
يَا
أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً فَادْخُلِي فِي
عِبَادِي وَادْخُلِي جَنَّتِي ۞ [القرآن الكريم سورة الفجر : ٢٧ - ٣١]
Sapaan mesra
yang membuat surga dan neraka tak lagi menjadi perkara penting. Sebab yang
paling penting adalah berada dalam keadaan sepenuhnya terserap ‘hilang’ menjadi
bagian Kirana, ‘satu perkara’ yang tak memiliki massa dan usia.
Kirana
menjadi ‘satu perkara’ yang memperlihatkan batas keberlakuan ilmu fisika.
Pandangan fisika menuturkan bahwa segala yang ada di semesta ini lambat laun
akan hancur, sedangkan Kirana selalu ada.
Satu-satunya
cara semesta agar tidak hancur hanyalah manunggal
dengan Kirana, yang dituturkan bahwa:
اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ ۖ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ
ۖ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ
زَيْتُونَةٍ لَا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ
لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ ۚ نُورٌ عَلَىٰ نُورٍ ۗ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ
يَشَاءُ ۚ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ
عَلِيمٌ ۞ [القرآن الكريم سورة النّور : ٣٥]