Roman


— The Lord of the Blues
 
Roman Arkadyevich Abramovich; Рома́н Арка́дьевич Абрамо́вич; Roman; Arkadyevich Abramovich; Рома́н; Арка́дьевич; Абрамо́вич; Adib Rifqi Setiawan; Adib; Rifqi; Setiawan; The Azillion; Chelsea; Football; Club; The Blues;
Roman Arkadyevich Abramovich [Рома́н Арка́дьевич Абрамо́вич]
Pengumuman hasil tawar menawar saham Selasa Anggara, 01 Juli 2003, menjadi jalan baru untuk Chelsea Football Club. Klub yang pernah menjadi tim yoyo dekade 1980-an dan pelabuhan pensiunan dekade 1990-an jatuh ke tangan laki genius, peduli, dan rendah hati: Roman Arkadyevich Abramovich [Рома́н Арка́дьевич Абрамо́вич].

Setelah sempat terpana oleh pertandingan antara Real Madrid menghadapi Manchester United di ajang  UEFA Champions League (UCL), Roman berhasrat ikut serta dalam dunia sepak bola. Kesempatan terbuka setelah dia berhasil mengambilalih kepemilikan saham mayoritas di Chelsea. Dengan membeli 50,09 % saham klub berjuluk The Blues, praktis Roman didaulat menjadi penentu kebijakan klub.

Roman datang ke London barat dengan membawa dana segar dalam jumlah besar. Lebih dari itu, dia mengambilalih klub yang saat itu memasuki usia 99 tahun dengan ambisi dan komitmen mengesankan. Tanpa bekal sejarah manis seperti Liverpool, AC Milan, maupun Real Madrid, laki kelahiran 24 Oktober 1966 tersebut berani berungkap angan bahwa Chelsea akan tumbuh sebagai diperhitungkan di kancah kontinental.

Angan Roman perlahan malar mewujud menjadi kenangan. Kini, klub yang pernah dipandang dengan sebelah mata saja memiliki muruah. Brand Chelsea sejajar dengan klub terhormat seperti Liverpool yang entah kenapa susah sekali meraih tropi Premier League.

Sebagian pihak nyinyir memandangan bahwa Chelsea di era The Roman Emperor menjelma sebagai kekuatan baru lantaran gelontoran dana dari juragan. Sebaiknya kaum nyinyir yang sirik tiada akhir melihat jalan yang ditapaki Manchester City sejak diambilalih Thaksin Shinawatra lalu Mansour bin Zayed Al Nahyan, Málaga era Abdullah bin Nasser bin Khalifa Al Thani, maupun Paris Saint-Germain (PSG) era Nasser Ghanim Al-Khelaïfi. Konsistensi Chelsea memiliki nilai lebih walau City, Málaga, dan PSG sempat tampil layaknya kembang api tetes.

Dibanding klub kaya baru (KKB) yang mulai bermunculan awal milenium 2000, Chelsea terbilang cepat dalam membentuk komunitas suporter. Beberapa orang yang sedang memasuki usia belia sebagai penggemar sepak bola (yesterday afternoon supporter) berhasil dirayu untuk bangga menjadi suporter klub asal London itu. Sebuah rayuan yang berhasil ditahbiskan dengan raihan gelar juara liga dengan segera.

Roman mengambilalih Chelsea bukan semata untuk menyalurkan hasrat mengeruk tambahan kekayaan uang. Alih-alih justru Roman banyak merugi ketimbang untungnya. Namun dengan beragam kerugian yang didera, tak serta merta membuat Roman buang badan untuk klub.

Di balik gelontoran dana untuk mendaratkan pemain bersemat bintang, dia juga peduli membangun Chelsea seutuhnya, seperti fasilitas tempat latihan dan museum klub. Pemain yang pernah membela Chelsea pada masa lalu, diberi tempat terhormat. Bahkan saat mereka membutuhkan dukungan maupun uluran tangan, dibantu dengan maksimal. Kepedulian pada punggawa lama tak seluruhnya dilakukan oleh klub sepak bola.

Roman memang berniat membangun Chelsea sebagai klub besar, klub yang punya muruah meski tak punya sejarah. Chelsea, dibanding dengan Liverpool maupun Aston Villa sekalipun, seakan berkata, “Oke, kami tak punya sejarah gemilang seperti kalian, tapi kami punya semangat untuk terlibat dalam battle (pertarungan sekaligus perjuangan) di jajaran papan atas pentas.”

Sebagai jalan pewujud angan menjadi kenangan, Roman mengundang beberapa pemain yang dianggap berpengaruh pada klub. Sosok seperti Ronald Edward Harris (Ron Harris Chopper), kapten Chelsea pada masa 1960-an hingga 1970-an, diundang untuk diajak berbicara mengenai impian terhadap Chelsea. Perencanaan rapi dan rinci disusun agar impian besar segera dilaksanakan perlaharn malar.

Pemain lawas yang tak lagi sanggup mentas tetap dianggap keberadaannya. Membuat mereka semua merasa diterima dan tak ragu sesekali berkunjung ke klub yang pernah mereka bela. Claudio Ranieri, manager pertama yang merasakan keganasan Roman disambut hangat saat datang sebagai juara bersama Leicester City.

Andai Chelsea berhasil mengandaskan Manchester United di Moskow, 2008 silam, tentu menjadi satu kenangan indah. Juragan memboyong sekitar 40 pemain lawas Chelsea untuk ikut serta menikmati final perdana The Blues di ajang UCL, ajang paling bergengsi di benua biru.

Sayang, Chelsea kandas, dan baru empat tahun tropi paling didambakan Roman berhasil didapatkan. Uniknya, saat meraih gelar juara UCL, Chelsea sebenarnya sedang mengalami masa-masa ketidakstabilan penampilan. Klub tak stabil bahkan terpaksa memecat manager mereka saat nyaris kandas di babak 16 besar oleh Napoli.

Chelsea cukup beruntung juga musim itu. Ketidakstabilan penampilan yang dialami berbarengan dengan kejenuhan yang dirasakan Barcelona hingga dengan susah payah berhasil diatasi di semi final. Berikutnya, saat final, Chelsea bermain seadanya dengan dukungan ‘Dewi Fortuna’. Gagal empat tahun sebelumnya melalui adu penalti, Chelsea akhirnya berhasil meraih tropi melalui kemenangan dalam drama adu penalti.

‘Dewi Fortuna’ membuat Chelsea berpesta di rumahnya Bayern München, meski setahun kemudian Bavarian membayar lunas dengan pesta serupa di London. Sebuah kenangan membekas untuk empat melekat emas: Petr Cech, John Terry, Frank Lampard, dan Didier Drogba, punggawa utama Chelsea era The Roman Emperor. Mereka memang pantas terlibat dalam momentum bersejarah.

Kini Chelsea memiliki tim bagus di banyak sisi. Tak cuma mengurusi tim laki senior, Roman juga peduli pada tim puan senior maupun tim junior. Tak ada garansi memang bagi para junior bakal dengan mudah mendapat tempat di Chelsea. Hanya saja, bekal yang didapat dari pendidikan di Chelsea berguna untuk masa depan para junior.

Bentuk kepedulian lain disalurkan melalui The Chelsea Foundation. The Chelsea Foundation menjadi penyalur hasrat yang jauh dari pentas sepak bola, terutama peningkatan kualitas pendidikan. Agar hasrat yang berhasil dilampiaskan turut dirasakan manfaatnya oleh banyak kalangan. Supaya ikut serta berperan dalam membangun manusia sebagai naas.

Roman datang ke Chelsea untuk menciptakan sejarah baru. Penciptaan sejarah yang ditata sedemikian epik serta diperindah sedemikian apik. Sebagai peciptaan sejarah baru [الخالق], Roman memiliki keagungan laku [المتكبر]. Keagungan bukan untuk menyombongkan diri pada liyan melainkan keagungan untuk mengatasi masalah yang pasti selalu muncul. Keagungan laku yang membuat Chelsea tumbuh sebagai klub agung.

Setiap masalah yang muncul berhasil diatasi. Semua masalah ada solusinya meski semua solusi itu ada masalahnya juga. Keberhasilan mengatasi ragam macam permasalahan yang membuat nama Roman dengan gagah [الجبار] berada dalam jiwa (minimal) pendukung Chelsea.

Pilar-pilar ketertaan Chelsea berhasil dibangun dengan malar oleh keperkasaan [العزيز] laki Rusia ini. Sebagai penata, Roman juga sekaligus terlibat sebagai pengatur  [المهيمن]. Pengaturan tatanan yang membuat Chelsea mempunyai antisipasi dalam setiap ketidakstabilan yang dialami.

Sebagai pemimpin generasi baru bagi Chelsea, Roman memiliki kelihaian memahami segala kondisi yang sudah diketahui maupun yang belum diketahui [عالم الغيب والشهادة]. Pemahaman yang menumbuhkan jiwanya sebagai pengasih [الرحمن] dan penyayang [الرحيم].

Kasih-sayang yang ditumpahruahkannya tanpa pilih kasih hingga terjalin satu ikatan cinta yang tulus dalam lingkaran The Blues. Sebuah ikatan yang membuat Roman mendapat semat sebagai penguasa [الملك] tanpa pernah meminta dengan penuturan kata-kata.

Roman, yang tak cuma sekali gagal berkeluarga dan berumah tangga, menjelma sebagai sosok yang menjalankan sesuatu seperti sebagaimana seharusnya tanpa dilandasi kecenderungan maupun kepentingan yang melawan naluri [القدوس]. Penjelmaan yang membuatnya mudah menjadi penebar keselamatan [السلام] hingga sanggup menjadi pembangun kepercayaan [المؤمن]. Kepercayaan yang membuat bangunan angan Roman menjadi teratur [المهيمن].

Pencapaian Roman sepanjang memimpin perjalanan Chelsea melakoni Bicycle Race terbilang lumayan. Namun, prestasi Roman adalah perjuangannya alih-alih pencapaiannya. Roman mentas tanpa mencari pencapaian namun tak lelah berjuang. Di-reken sukses atau tidak dalam pencapaian bukan urusan Roman, yang merupakan kesukesannya hanyalah mengayuh perjuangan secara terus-menerus.

Mengayuh... mengayuh... mengayuh perjalanan... saling mengapresiasi kesamaan dan menghormati ketidaksamaan... “You say God give me a choice...” seperti lantun Queen dalam Bicycle Race.


Bandung kala mendung mendera
Malam Senin, malam 24 Oktober 2016
seperti malam senin setengah abad saat Roman dilahirkan

B.Sn.Po.210150.38.231016.20:44