— The One And Only Brian May
Bersama ayahnya, Brian Harold May
(Brian May Queen) membuat gitar elektrik sendiri. Gitar yang dibuatnya pada
musim semi tahun 1963 tersebut nyaris selalu dimainkan sepanjang menggelinjang
bersama Queen. Brian May sangat menyayangi karya yang dibuatnya bersama
ayahnya. Rasa sayang membuatnya tak mau kehilangan hingga gitar bernama Red Special tersebut hingga memiliki
pengawal khusus saat dibawa dalam tur.
Red
Special perlahan
malar menjadi barang antik dan ikonik seiring keberhasilan May melampiaskan
hasrat bermusik. Sebuah barang yang dibuat sepenuh hati antara father and son tersebut menjadi saksi
bisu metamorfosis Brian May dari seorang kutu buku tulen yang fokus pada
sekolah menjadi ‘dewa gitar’ dengan memperkaya khazanah musik melalui Queen.
Saking sayangnya, Red Special pun tak
jarang disapanya The Old Lady dengan
penuh kemesraan kasih sayang.
Brian dan ayahnya memiliki hubungan
intim. Keduanya sangat dekat. Wajar ketika ayahnya berpindah dimensi alam,
batin Brian tersayat. Terlebih kelindan keadaan saat itu: battle-mate-nyam Freddie Mercury, menghembuskan nafas terakhir.
Keluarga dan rumah tangga yang dibangunnya hancur berantakan. Nama besar yang
didapatkan tak memberi rasa nyaman bagi Brian yang karena kelindan keadaan
sempat membuatnya ingin bunuh diri.
Brian merupakan anak tunggal dari
pasangan Harold dan Ruth. Harold merupakan seorang teknisi kelistrikan yang
bertugas di RAF (Royal Air Force,
Angkatan Udara Britania Raya) selama perang militer internasional (world war) berlangsung. Selain menjadi
tempat ikut serta membela muruah negara, RAF juga menjadi tempat Harold memula
asmaranya bersama Ruth. Saat keduanya berjumpa, Ruth merupakan bagian dair WRAF
(Women's Royal Air Force, cabang
perempuan RAF).
Pernikahan mereka berlangsung setelah
perang militer internasional itu diumumkan selesai. Brian adalah satu-satunya
paduan kasih sayang mereka yang mewujud sebagai manusia. Harold dan Ruth sangat
menyayangi anak semata wayang kulit ini hingga masa kanak-kanan Brian terbilang
sangat terlindungi. Bersama keluarganya, mereka melantan rumah tangga dengan
tinggal di Feltham, Middlesex, London.
Peperangan militer yang diumumkan
selesai mengubah keseharian Harold. Setelahnya, dia bekerja sebagai pengembang
sistem pendaratan untuk Aérospatiale-BAC Concorde. Aérospatiale-BAC Concorde
adalah sebuah pesawat terbang supersonik sayap delta yang merupakan satu dari
dua jenis pesawat penumpang supersonik yang pernah melayani jalur transportasi
secara komersial.
Harold terbilang sepenuh hati dalam
melakoni keseharian sebagai teknisi kelistrikan. Selain melampiaskan di tempat
kerja, Harold juga merancang rumahnya menyerupai sebuah bengkel. Dengan
kebiasaan membikin sesuatu, Harold menggunakan bengkel rumahan tersebut untuk
membikin perkakas rumah sendiri termasuk televisi.
Sebagai pelajar di sekolah, catatan
keseharian Brian sendiri mengagumkan hingga mendapat semat overachiever, kosok bali underachiever.
Sejak masih menjadi pelajar di sekolah juga Brian mulai memiliki kegandrungan
terhadap musik. Kebiasaan Harold memainkan piano dan banjole menjadi pemantik
kegandrungan Brian yang kemudian menekuni musik. Hanya saja Brian lebih memilih
gitar sebagai alat musik yang sangat dia dambakan.
Sebagai bentuk kasih sayang pada buah
hati, bunda dan ayah Brian menabung bersama untuk membelikan gitar akustik
untuknya. Gitar tersebut diberikan pada Brian saat sang buah hati berumur tujuh
tahun. Selain itu, ayahnya juga mengajarkan thethek-mbengek
(segala hal) terntang banjolele. Brian masih menyimpan gitar yang diterima
untuk kali pertama tersebut hingga sekarang.
Hanya saja setelah menekuni musik,
Brian kemudian mendambakan memiliki gitar elektrik. Sayang hingga usianya 16
tahun, Brian tak mendapat kesempatan membeli gitar elektrik. Uang yang dimiliki
bunda dan ayahnya tak cukup untuk membelikan untuknya. Hingga akhirnya, sang
ayah berinisiatif mengajak Brian untuk membuat gitar elektrik yang kini bernama
Red Special atau disapa The Old Lady itu.
Permulaan kisah cinta Brian dengan The Old Lady bersamaan dengan masa-masa
ketika James Marshall Hendrix (Jimi Hendrix) menebar pengaruhnya. Brian adalah
salah satu orang yang menyatakan diri dipengaruhi oleh Jimi Hendrix. Saat
remaja bahkan Brian bermimpi bisa memainkan sebuah alat musik sepertihalnya
Jimi. Sebuah permainan yang bisa menjadi gambaran ungkapan perasaan dengan
paduan alunan nada yang unik dan ikonik. Sebuah angan yang telah menjadi
kenangan seiring keberhasilan Brian mengikuti nurani hingga suara alunan nada
gubahannya paten.
Sekitar dua tahun waktu yang
diperlukan Brian dan ayahnya untuk mewujudkan impian Brian memiliki gitar
elektrik. Impian yang terwujud dengan memiliki gitar elektrik karya tangan
mereka sendiri yang dibuat dengan bahan seadanya. Perkakas rumah seperti bahan
untuk perapian, pemegang sedel sepeda, kancing baju bekas ibunya, hingga jarum
rajut adalah bahan penyusun gitar kesayangan itu.
Waktu yang lama diperlukan lantaran
Harold, ayah Brian, adalah tipikal perfeksionis sempat melakukan kesalahan saat
memahat beberapa bagian. Wajar jika waktu yang diperlukan lama lantaran hasil
yang didambakan harus bisa memuaskan keinginan. Dua tahun berusaha bersama
dengan rasa bahagia hingga tak merasa lelah melakukannya.
Ironisnya, justru masa-masa bahagia
tersebut menjadi cikal bakal pertikaian antara Brian dan Harold. Hasrat kuat
menggeliat dalam benaknya membuat Brian sempat merasakan dilema. Mulanya Brian
menjalani masa belajarnya di perguruan tinggi untuk mendapat semat Ph.D.
astrofisika di Imperial College London. Saat menjalaninya, Brian berjumpa
dengan Freddie Mercury.
Kegagalan melanjutkan unjuk rasa
bersama Smile, grup band yang dibentuknya bersama Roger Taylor dan Tim Staffel
tahun 1968, terbayar lunas seiring kehadiran Freddie. Sejak perjumpaan itu,
Brian bersama Roger dan Freddie membentuk grup band dengan nama Queen.
Perjuangan panjang dilalui bersama hingga menemukan John Deacon yang dijuluki
mereka sebagai anak ajaib.
Keempatnya lalu bahu membahu
mengibarkan bendera Queen. Saat bendera Queen berkibar inilah dilema didera
oleh Brian. Pilihan Brian untuk meningalkan perguruan tinggi tak direstui sang
ayah. Perbedaan pilihan membuat anak dan ayah yang mulanya sangat intim ini
sempat terpisah.
Sang ayah sangat menyesalkan
keputusan Brian yang meninggalkan kuliah Ph.D. demi memperjuangkan grup band
nya. Brian sendiri menyadari keputusannya ini. Satu sisi dia tak pernah ingin
mengecewakan orangtua. Satu sisi dia tak kuasa menahan daya tarik pada musik
yang meletup dalam kalbunya. Terlebih lagi, karier Queen saat itu sedang
menanjak seiring ajakan Mott the Hoople untuk melakukan tur konser bersama.
Harold merasa sangat malu akan hal
ini. Terlebih lagi semenjak hubungan keduanya retak, Brian tinggal satu rumah
bersama seorang puan bernama Chrissie. Chrissie menjadi istri pertamanya
beberapa waktu kemudian, walakin kebersamaan dalam satu bangunan tanpa ikatan
resmi yang diakui adalah perbuatan tak immoral.
Agak aneh memang. Satu sisi Brian dan
Harold terasa selaras dalam musik. Harold lah yang menjadi sarana pemantik
musik bagi Brian. Harold pula yang menghemat keuangan bersama istrinya untuk
membelikan gitar akustik untuk Brian dan bahu membahu bersama Brian sendiri
untuk mewujudkan keinginan memiliki gitar elektrik.
Dua tahun kebersamaan istimewa
membikin Red Special menjadi pemantik
dua tahun saling memendam rasa dalam diam. Brian merasa sulit memahami hal ini.
Sebagai anak, Brian merasa ada kelesaran dalam musik dengan sang ayah. Hanya
saja dia harus menghadapi sang ayah yang justru tak merestuinya saat Brian
sudah dikenal sebagai bintang dalam musik.
Brian dan Harold memiliki banyak
kesamaan. Selain memiliki ketertarikan pada musik dan ilmu alam, sikap mereka
juga sama-sama perfeksionis dan keras kepala. Sama-sama bersikap keras kepala,
keduanya pun sama-sama tak mau mengalah saat pilihan keduanya saling berlawanan.
Keretakan keduanya berdampak buruk bagi Ruth.
Ruth, sebagai satu-satunya punggawa
selain Brian dan Harold dalam keluarga, sangat menyesalkan keretakan ini
terjadi. Dia terus berusaha untuk membuat suasana menjadi harmonis kembali.
Sayang usaha kerasnya masih kalah dengan sikap sama-sama keras kepala antara
dua laki yang dihadapi. Hal ini menjadi pemantik mental breakdown yang didera
oleh Ruth. Brian sendiri tak memungkiri dia menyesal akan hal ini lantaran
sikapnya yang tak bisa lebih lunak.
Walau begitu, keretakan hubungan
antar keduanya akhirnya bisa teratasi. Brian meminta bantuan istrinya saat itu,
Chrissie, untuk menjadi penengah. Sementara Brian bersama punggawa Queen
mempersiapkan pentas mereka di Madison Square Garden, New York, Chrissie menghubungi
kedua orangtua Brian untuk diajak ikut serta di sana.
Brian sangat berhasrat pentas unjuk
rasa bersama teman-temannya di Queen ini disaksikan langsung oleh kedua
orangtuanya. Harold dan Ruth menyanggupi ajakan ini. Keduanya menuju New York
bersama Chrissie dan Jimmy, putra pertama Brian yang masih bayi. Pesawat model
Concorde menjadi pengangkut empat manusia ini dalam satu momentum perlintasan
perubahan penting bagi Brian.
Sementara itu, sembari mempersiapkan
pentasnya, Brian juga mempersiapkan kebutuhan orangtua dan istri serta anaknya
saat di New York. Dengan segala daya dan upaya yang telah dikerahkan oleh
Brian, Harold akhirnya berlapang dada merestui karier putra semata wayang
kulitnya ini sebagai penghibur.
Seusai pentas di New York, Harold segera
menjumpai Brian dan menjabat tangan musikus genius kelahiran 19 Juli 1947 ini.
Sembari menjabat tangan Brian, Harold berungkap, “OK, son, I get it now.” Sebuah peristiwa singkat yang terus
melekat. Bagi Brian, restu orangtua adalah satu hal penting bagi keputusannya
dalam memilih.
Segala rasa yang pernah tertuang saat
keduanya terlibat pertikaian dalam keretakan hubungan terkenang sebagai setitik
perih mendewasakan. Setitik perih pula yang kemudian disadari Brian terkait mangkrak-nya restu dari sang ayah.
Sesudah hubungan keduanya kembali bagus, Harold menceritakan pada Brian setitik
perih yang didera sebagai lara beberapa waktu sebelumnya.
Saat tugas Harold di RAF selesai,
sebenarnya ada keinginan untuk bergabung dengan sebuah grup band. Hanya saja Harold
gagal mewujudkan keinginannya ini lantaran saat itu dia membutuhkan pekerjaan
untuk memenuhi kebutuhan harian. Setitik perih ini kemudian mendasari Harold
yang ingin agar Brian memiliki pekerjaan tetap terlebih dulu alih-alih menekuni
kegemaran bermain musik. Keputusan Brian mengajak serta orangtuanya menyaksikan
pentasnya di New York terbilang tepat. Melalui hal ini, Harold menyaksikan
bahwa musik adalah sebuah panggilan jiwa Brian yang bisa berkelindan dengan
pekerjaan dan karier.
Restu orangtua adalah hal sakral bagi
Brian. Lebih dari itu, Brian mengagumi perjuangan ayahnya dalam menjaga
banhtera rumah tangga dalam ikatan keluarga. Harold menanggalkan keinginan
bergabung dengan grup band lantaran saat itu belum bisa memberikan jaminan
keuangan saat Harold dan Ruth sedang dilanda kemiskinan. Bagi Brian, Harold
adalah pejuang yang perjuangannya layak diperjuangkan dan panutan yang patut
dianut.
Brian malah baru menyadari beberapa
waktu kemudian bahwa di tengah keberhasilannya mendapat uang hingga mapan
bersama Queen, Harold merahasiakan perjuangannya melunasi pegadaian. Rahasia
yang tercium oleh Brian ini justru ditanggapi dengan rasa malu oleh Harold yang
merasa gagal lantaran pendapatan uang Harold kalah jauh dibanding Brian. Walau
begitu, Brian selalu menyangkap pendapat ayahnya. Saat disinggung tentang
ayahnya, Brian selalu mengatakan, “He was
wonderful.”
Harold memiliki rekam jejak kesehatan
yang bagus. Hal ini didukung pula dengan kesehariannya yang jauh dari kegemaran
mengonsumsi minuman beralkohol. Hanya saja, saat berusia 66 tahun, Harold mulai
terbiasa mengonsumsi rokok. 40 hari mengonsumsi rokok menjadi jalan Harold
terkena serangan kanker.
Sebuah serangan yang menjadi
peristiwa sesaat sebelum mengalami time
travel berpindah dimensi alam. Satu pengalaman kelabu yang membuat Brian
membenci rokok. Bahkan dalam konser yang berlangsung di dalam ruangan, Brian
memperingatkan agar tak ada rokok.
Bagi Brian, panggilan time travel ini terasa mendadak dan
memberi rasa sesak. Brian terkejut dengan peristiwa yang biasa disebut kematian
ini menjumpai ayahnya pada 1991. Tahun yang sama dengan peristiwa serupa
menjumpai Freddie Mercury. Peristiwa biasa lantaran semua orang mengalaminya
walakin tetap disambut dengan rasa duka bagi yang merasa ditinggalkan. Di
tengah rasa terkejut ini, bundanya memberi tambahan kejutan lain.
Perasaan Brian bahwa ikatan orangtua
mereka biasa saja tak banyak dilanda masalah kosok bali dengan pengakuan bunda.
Bundanya, Ruth, menyatakan pada Brian bahwa selama bersama Harold, dia merasa
ayahnya menyembunyikan sesuatu darinya. Sesuatu yang membuat Ruth merasa sakit
hati sebagai seorang istri. Terlebih sesuatu itu dilakukan berulang kali.
Kelindan keadaan yang membuat kalbu Brian tersayat seakan terus mendapat
serangan bombshell.
Selepas peristiwa naas pada 1991,
Brian menghabiskan satu dekade indah bersama bunda. Hingga pada usia 76 tahun,
sang bunda didera aneurysm, gejala
pelebaran tak normal pada pembuluh nadi karena kondisi pembuluh darah yang
lemah. Perpisahan dalam ruang tak menghilangkan rasa kasih sayang yang terus
menggelinjang kalbu Brian.
Brian kukuh melakoni bicycle race-nya dengan memegang teguh
prinsip sang ayah, “If a thing’s worth
doing, it’s worth overdoing.” Prinsip yang diwujudkan dalam rentang panjang
bersama Queen dan ragam macam kegiatannya. Selepas berpisah dalam ruang dengan
ayah dan juga Freddie, Brian mulai menjadi sosok yang berusaha ikut serta
memperkaya khazanah peradaban manusia tak hanya melalui musik. Brian berharap
orangtuanya bisa tersenyum di dimensi berbeda, merasa bangga telah menjadi
orangtuanya, sembari menganggungkan kepala sambil berungkap, “Yes, son, you’ve done the right thing.”
Brian tak salah berharap seperti ini.
Selain mendapat restu dari sang ayah, Brian pun telah melunasi hutangnya untuk
menyelesaikan kuliah. Kuliah astrofisika yang ditangguhkan pada 1974 seiring
kesibukan dengan Queen dimulai lagi pada Oktober 2006. Tak sampai setahun,
Agustus 2007, Brian menyerahkan tesisnya sebagai persyaratan menyelesaikan
kuliah.
May memilih melanjutkan penulisan
hasil penelitian yang ditangguhkan nyaris 40 tahun itu. Dia melanjutkan
penulisan penelitian terkait zodiak. Dengan menelaah pembaruan penelitian
terkait pembahasan yang diambil, Brian berhasil lulus pada September 2007 dari
Imperial College London dengan karya tulis berjudul A Survey of Radial Velocities in the Zodiacal Dust Cloud.
14 Mei 2008 penangguhan Brian lunas
sesudah dia mengikuti wisuda Royal Albert Hall, Kensington Gore, London. 18
Juni 2008, usulan Patrick Alfred Caldwell-Moore untuk mengabadikan nama Brian
May sebagai nama asteroid disetujui. Asteroid yang ditemukan oleh Kleť
Observatory (observatorium di Czech Republic) pada 30 Januari 1998 dengan
penamaan sementara 1998 BM30 diubah menjadi (52665) Brianmay.
B.Sn.Wg.231249.37.250916.22:02