Paris


act like kind of childlike before becoming celebrities
 
Paris; Paris Hilton; Paris Whitney Hilton; Whitney; Genius; Antique; Divine; Incredible; Beyond; Adib Rifqi Setiawan; Adib; Rifqi; Setiawan; USA; RM Adhila Alobatnic; Alobatnic and The Battle-Mate; Pelantan;

Paris Whitney Hilton with her parents, Kathy Richards & Rick Hilton.
Paris Whitney Hilton lahir dengan ketidakberuntungan. Dia tak mujur-mujur amat mendapatkan nama yang disandangkan padanya serta garis keturunannya. Nama depan sekaligus sapaannya, Paris, sudah jauh-jauh hari menjadi nama kota yang sangat terkenal sekaligus ibu kota negara Prancis. Hilton, nama belakang yang diturunkan dari keluarganya, sudah terlanjur menjadi brand sendiri sesudah Conrad Nicholson Hilton, buyut Paris, membangun rantai hotel papan atas dunia. Whitney sendiri lebih lekat pada sosok Whitney Elizabeth Houston, penghibur legendaris yang meninggal beberapa tahun silam.

Dari garis keturunannya malah lebih tak beruntung lagi. Dia lahir dari keluarga kaya raya, sederhana, dan bahagia. Keberhasilan buyutnya dalam berwiraswasta menjadikan keluarga Hilton hidup di atas garis sejahtera. Tak sulit bagi keluarga Hilton untuk piknik ke beragam tempat di planet Bumi. Selain banyak negeri sudah ditanami rantai hotel yang mereka miliki sehingga bisa menjadi tempat istirahat gratis, biaya perjalanan pun tak membikin kas rumah tangga mereka terkikis.

Dua hal tersebut sudah menjadikan Paris berada di bawah bayang-bayang kebesaran yang sudah lebih dulu ada sebelum kehadirannya. Perlu perjuangan sungguh-sungguh agar dia bisa melakoni bicycle race-nya dan dikenal sebagai Paris Whitney Hilton. Bukan dikenal sebagai bagian dari keluarga Hilton, bukan lagi orang yang sekedar ngalap berkah pada kata Paris, Whitney, dan Hilton.

Kini orang bisa melihat dan mengenal Paris Hilton sebagai Paris Hilton, walakin tetap masih saja ada orang yang mencibir dia mujur lahir dari keluarga Hilton. Wajarlah, mata yang penuh kecewa hanya akan memandang segala yang nista. Wajar juga jika saya yang memiliki personalitas sebagai penggemar Paris Hilton ini tampak nyaris mengabaikan sisi suram darinya. Mata yang penuh cinta akan tumpul dari segala cela.

Saya sangat menggandrungi puan kelahiran New York City pada 17 Februari 1981 sejak lama. Bagi saya, dia adalah panutan yang patut dianut. Kegandrungan padanya tak pernah sirna hingga saat ini. Paris lahir dari rahim Kathy Richards (Kathleen Elizabeth Avanzino, kemudian Richards), penghibur anak-anak dan saudara dari bintang Beverly Hills, Kyle dan Kim Richards. Dia merupakan sulung pasangan Kathy dan Richard Howard Hilton. Laki yang biasa disapa Rick merupakan anak dari William Barron Hilton, anak sekaligus pewaris Conrad Hilton.

Sepanjang masa kecilnya, Paris hidup bolak-balik antara California dan Manhattan. Kini Paris memiliki rumah di dua tempat tersebut. Hanya saja tempat tinggalnya di Manhattan cenderung menjadi ‘museum’ Paris sebagai ikon Amerika Serikat ketimbang rumah pribadi. Di dinding apartemen ‘museum’ tersebut, ditaruh foto paparazzi serta beberapa lukisan tentang Paris. Botol parfumnya sendiri ditata di rak, dilengkapi dengan beragam barang lainnya terkait Paris menghiasi ruangan tersebut. Wajar-wajar saja baginya menata seperti ini. Dia juga seorang yang suka menata sendiri dengan rapi dan rinci.

Paris terlahir untuk menjadi sebuah brand. Bahkan tanpa brand Paris Hilton pun dia sudah dibayangi brand Hilton. Walau begitu, sejak kecil Paris dididik dengan keras agar tak ‘makan’ uang keluarganya. Rick dan Kathy ingin anak-anaknya bisa hidup mandiri sejak dini. Semasa anak-anak, Paris mendapatkan banyak tekanan untuk diharapkan berbuat lebih besar melampaui capaian keluarganya. Keluarga ingin dirinya bisa dibanggakan keluarga, bukan seorang yang hanya puas membanggakan keluarga.

Nicholai Olivia Hilton, adik kandung sekaligus sahabat intim yang kini bersandang nama Nicky Rothschild, mengungkapkan bahwa Paris selalu tertarik dengan perusahaan bapak serta cara kerjanya. Nicky merekam dengan bagus masa kecil Paris yang rajin nginthili bapaknya ketika bekerja, terutama di perusahaannya Hilton & Hyland. Hal ini membikin Paris melihat bapak dan kakeknya sebagai mentor alih-alih sekedar bagian keluarga.

Nicky juga menuturkan Paris muda sangat berbeda daripada Paris sekarang. Sepanjang bersama kakaknya sejak balita hingga remaja, Nicky selalu melihat Paris sangat maskulin dan jauh dari kesan feminin. Paris kecil bahkan sanget membenci warna merah jambu yang identik dengan puan serta lebih gemar bermain dengan binatang ketimbang boneka. Saat sekolah di Los Angeles bahkan dia memiliki banyak binatang peliharaan, seperti reptil, anjing, hingga musang.

Kegemaran bermain dengan binatang memberinya hasrat untuk menjadi dokter binatang. Nicole Vorias, produser musim pertama The Simple Life, mengenang Paris kerap bercerita binatang peliharaannya. Vorias menyebut Paris yang memiliki ular, kura-kura, tikus, dan beragam macam binatang lainnya ini seperti Michael Jackson. Meski berkepribadian maskulin, untuk keperluan membeli binatang peliharaan, Paris bertingkah sangat manja dengan menirukan suara bayi biar dibelikan bapaknya. Tiruan suara bayi ini disadari Paris sejak masih balita dan terus dikembangkannya hingga anak-anak.

Nicky sering kesal pada kakaknya yang mendadak tampak manis dan manja ketika menginginkan sesuatu. Seiring waktu, Rick mulai menyadari kelakuan Paris ini dan berhenti membelikannya binatang peliharaan. Sejak saat itu, Paris mulai menabung uang jajan untuk melampiaskan hasrat membeli sendiri binatang peliharaan. Untuk melatihkan kemandirian sejak dini, orangtuanya membelikan rumah di Bel Air untuk di tempatinya sendiri tanpa bersama orangtua. Orangtuanya membelikan rumah yang semula milik bintang Charlie’s Angel, Jacqueline Smith, yang ditinggali Paris bersama binatang peliharaan kesukaannya.

Nicky, yang sempat beberapa saat bersama Paris di sana, mengenang saat-saat  di rumah tersebut. Paris melakoni keseharian di tengah kebersamaan dengan chinchilla, tikus, mencit, marmut, bahkan kambing. Hanya saja kambing tersebut ditaruh di tempat agak jauh dari rumah. Hal ini dilakukannya agar tak ketahuan orangtua yang kadang mengunjunginya. Rumah tersebut belakangan menginspirasi Paris untuk membangun rumah anjing di halaman belakang rumahnya di Beverly Hills.

Nicky berpisah dalam ruang dengan Paris ketika kakaknya tersebut beranjak remaja. Paris tinggal di California sementara Nicky tinggal di Manhattan. Pada saat-saat tertentu, seperti biasa dilakukan liyan, Nicky nyambangi Paris. Nicky mulai menemukan Paris remaja tampak sangat berbeda dengan Paris anak-anak. Nicky mengungkapkan kakaknya kemudian menjadi gadis ‘California’. Nicky mengenang dalam salah satu kunjungannya, Paris hendak membawanya ke klub malam, namun dia khawatir penjaga akan menolaknya lantaran masih di bawah umur.

Paris yang ngebet mengajak adik kandung dan sahabat intimnya ini lalu menata badan Nicky. Garis matanya diberi eyeliner hitam, rokok yang tak dinyalakan ditaruh di tangan, dan dilengkapi asesoris kaca mata. Supaya tak ketahuan masih di bawah umur, Paris meminta Nicky tak usah bicara. Paris meminta Nicky agar bersamanya saja, ikut serta seperti pengunjung lainnya, dan pura-pura merokok.

California mengubah pilihan pementasan keseharian Paris yang mulai membiasakan diri bertingkah dengan kepribadian berbeda bahkan kosok bali dari aslinya dalam keadaan tertentu. Hal ini biasa dilakukan untuk mendapatkan ‘sesuatu’ dari laki, salah satu caranya ialah bertingkah lazimnya puan feminin (cenderung kenes). Paris banyak mempelajari karakteristik feminin seperti ditulis eksistensialis Perancis, Simone de Beauvoir, dan kemudian berperilaku feminin. Pementasan gender ini, seperti disebut oleh teoretis feminis Judith Butler, selama bertahun-tahun berhasil membikin laki luluh untuk menuruti keinginan puan. Paris menyadari dengan cara ini dia bisa mudah mengendalikan keadaan, seperti meredam kemarahan laki padanya.

Penampilan dan jam malam yang berubah tak membikin kepribadian Paris berubah seluruhnya. Perilaku kesehariannya masih seperti sebelum remaja. Paris gemar memeragakan kesan feminin cenderung kenes saat di California walakin kembali menjadi maskulin cenderung fearless ketika di Manhattan. Sesudah melakoni keseharian di California, dia kembali ke Manhattan melanjutkan sekolah menengahnya. Di Manhattan, kegemaran memelihara binatang peliharaan semakin menjadi-jadi. Tak cuma menemani di rumah, bahkan bintang peliharaan di bawa pula ke sekolah.

Hal itu tak hanya sekali dilakoni. Paris sering mengajak sahabat intimnya, Casey Johnson (pewaris Johnson & Johnson), sebagai teman pembawa bintanag peliharaan ke sekolah. Keduanya rajin sama-sama membawa musang dengan dimasukkan ke dalam ransel. Suasana California membuat Paris menyadari bahwa sisi feminin asik untuk dielaborasi. Terlebih dia mendapat anugerah menirukan suara bayi. Hal ini membuatnya berkembang dengan dua sisi yang hampir seimbang, maskulin dan feminin. California juga membuatnya gemar bermain ke klub malam. “I act, like, kind of childlike sometimes, it is a fantasy,” terang puan manis ini.

B.Sn.Wg.231249.37.260916.16:57