Ketika Ibra Bersama Barcelona


pergi demi menjadi diri sendiri
 
Rumah Zlatan Ibrahimović di Limhamnsvägen, Malmö.; Zlatan Ibrahimović; Helena Seger; Maximilian; Vincent; Zlatan; Ibrahimović; Helena; Seger; Evil; uper; Deluxe; Bitch; Evil-Super-Deluxe-Bitch; Evil-Super-Deluxe-Bitch Relationship; Love of Zlatan Ibrahimović & Helena Seger Life; Life, Live, Love; Parents; Family; Heart-Ties; The G.O.A.T; Great of All Time; Jurka Gravić; Jurka; Gravić; Šefik Ibrahimović; Šefik; Sanela Ibrahimović; Sanela; Cristiano Ronaldo dos Santos Aveiro; Cristiano; Ronaldo; dos; Santos; Aveiro; Football; Soccer; Sepak Bola; Sepakbola; sepak; bola; olah raga; olah; raga; Genius; Antique; Divine; Incredible; Beyond; Adib Rifqi Setiawan; Adib; Rifqi; Setiawan; USA; RM Adhila Alobatnic; Alobatnic and The Battle-Mate; Pelantan;
Rumah Zlatan Ibrahimović di Limhamnsvägen, Malmö.
Karier Ibrahimovic di Barcelona kerap dianggap gagal. Anggapan seakan selaras keadaan ini nyaris tak terbantahkan. Hanya saja, tak bisa dibenarkan begitu saja. Bahwa dia hanya sanggup bertahan satu musim di klub Catalan adalah benar adanya. Namun capaiannya masih bagus, masih konsisten dengan capaian sebelum dan setelahnya. Ibra dengan berani meninggalkan klub sekelas Barca untuk pindah dengan status pemain pinjaman ke Milan. dia kembali ke Italia dengan status yang lazimnya tersemat ‘buangan’ ke klub yang menjadi seteru abadi dua klub pendahulunya.

Ketika Ibra pindah ke Barca, gemuruh media massa mengirinya saat itu. Itu adalah kali ketiga dia pindah antar klub antar negara. Gemuruhnya kali ini kepindahannya diiringi dengan rekor transfer termahal untuk Barcelona dan kedua secara keseluruhan hingga saat itu. dia datang ke klub yang sedang berada di puncak masa jaya dengan sambutan penggemar yang hampir memenuhi seisi stadion Camp Nou. Keluarganya yang turut diboyong ke Barcelona juga tak menghadapi masalah. Dia dan keluarganya membeli rumah yang nyaman di Esplugues de Llobregat.

Sayang sekali segala riuh gemuruh khalayak tersebut luluh lantak seketika saja di hari pertamanya ikut serta latihan. Gara-gara Guardiola buru-buru mengungkapkan prasangkanya bahwa Ibra adalah orang yang tak down to earth, batin Ibra langsung merasa dirisak. Dia seketika langsung merindukan kembali bersua dengan Mourinho. Saat Mourinho datang sebagai pelatih baru Internazionale Milan, dia langsung menemui Helena Seger, istri Ibra, dan berpesan agar merawat kenyamanan mental suaminya. Hal sederhana ini menjadikan Ibra sangat terkesan dengan sosok yang oleh sebagian kalangan sama-sama dianggap arogan seperti dirinya.

Semakin hari Ibra semakin merasa tak nyaman berada di tengah kerumuman berlabel FC Barcelona. Dia tak nyaman dengan sikap Guardiola yang sangat otoriter dan kaku dalam menangani pemain. Guardiola adalah pelatih yang semua instruksinya harus diikuti dengan patuh tanpa boleh membantah. Gaya semacam ini sangat cocok dipakai untuk pemain yang etika lahir hatinya ketinggalan dalam kandungan. Juga cocok untuk pelatih yang tak memahami bahwa manusia memiliki hati. Jauh berbeda dengan Mourinho yang membebaskan pemaiannya mengeluarkan kemampuan terbaiknya.

Keberadaan Maxwell cukup memberikan penawar bagi Ibra. Maxwell adalah kawan Ibra sejak di Ajax dan berjumpa kembali di Internazionale. Sementara pemain lain tampak tak bisa menerima kehadiran Ibra. Tidak Messi, Iniesta, tidak juga Xavi. Mereka semua dididik dengan kepatuhan ketat sementara Ibra adalah seorang yang berkarakter ‘semaunya sendiri’. Walau demikian, Ibra berupaya untuk menyesuaikan diri dengan keadaan. Dia menerima saja jati dirinya hilang demi larut bersama Barcelona. Ibra rela menjadi laki yang penurut.

Sayang sekali perubahan tak kentara bagi khalayak ini, lantaran penampilannya di lapangan tak jauh berbeda dengan sebelumnya, sangat terlihat jelas oleh keluarga dan sahabatnya. Saat Ibra berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan raksasa Catalan, orang-orang dekatnya justru merasa risih. Maxwell tak lagi melihat Ibra yang menyegarkan suasana latihan dan kamar ganti dengan keusilannya. Mino Raiola, sahabat sekaligus agennya, melihat Ibra tak lagi mengungkapkan apa yang ingin dia ungkapkan namun mengungkapkan apa yang diinginkan orang untuk mereka dengarkan darinya. Istirnya melihat suaminya mendadak menjadi pendiam, tertekan, tak nyaman.

Ibra memang tak suka dipaksa patuh pada kesewenangan. Selain itu, usaha yang dilakukannya tak mendapat apresiasi. Ibra adalah orang yang tekun menyimak segala bentuk kritik hingga apresiasi. Walau tak seluruhnya dia tanggapi dengan berungkap lisan, walakin semuanya menjadi bahan untuk diolahnya agar kian berkembang. Dia tak masalah mencapatkan cacian seperti halnya dia tak melayang saat mendapat pujian. Hanya saja ketika cacian dan pujian diberikan tidak tepat pada tempatnya, dia tak bisa menerima.

Ketaknyamanannya ini sempat membuatnya ingin berhenti dari dunia sepak bola. Walau demikian tak terbesit niat sedikitpun untuk memutus kontrak. Dia sosok yang profesional. Ketaknyamanannya ini dia luapkan ketika libur Natal. Saat dia tak lagi mendapatkan kebahagiaan di sepak bola, dia memilih mencarinya di luar dunia utamanya. Menikmati liburan Natal ke pegunungan, membekukan luka menganga sekaligus menikmati waktu untuknya sendiri.

Sebuah ‘pelarian’ yang membuatnya merasa sedikit lebih nyaman. Sedikit rasa nyaman yang kemudian membuatnya untuk menjadi Zlatan Ibrahimovic, bukan lagi menjadi Ibra penyerang yang bermain di Barcelona. Saat-saat seperti ini, Helena hadir menjadi pelita di tengah kegelapan. Orang terdekat dalam hidup Ibra tersebut semakin yakin bahwa kehadirannya dalam hidup Ibra sangat memiliki dampak sangat penting sesudah Mourinho repot-repot segera menjumpainya.

“Kamu sudah menjadi seorang ayah yang lebih baik. Saat kamu merasa tak punya tim yang membuat kamu nyaman, kamu masih punya kami,” ungkap Helena berusaha menghibur suaminya. Di pekan-pekan terakhir di Barcelona, Ibra terus-terusan menghabiskan waktu bersama keluarga. Dia lebih sering bersantai bercengkerama dengan istri dan anak-anaknya di kebun yang mereka punya.

Masa-masa bersama keluarga selalu terasa indah baginya. Sayang rasa indah mendadak sirna sesudah menjumpai Guardiola. Setiap Ibra berjumpa Guardiola, rasa marah dari bagian gelap dirinya menyetuk kepalanya. Guardiola lah satu-satunya masalah yang membikin Ibra tak betah. Ketika Ibra sudah semakin menyadari bahwa nuansa lingkungan di FC Barcelona tak lagi bisa menerimanya, dia yakin untuk pergi. Pergi agar tak lagi bekerja sama bersama Guardiola. Pergi untuk bisa kembali menjadi dirinya sendiri di dalam dan luar lapangan pertandingan.

B.Sl.Kl.241249.37.260916.20:39